KETIKA SAHABAT BERPALING
Jalanan
terasa sunyi saat aku berjalan sendiri di trotoar menuju rumah. Jam tanganku
menunjuk angka 11 tepat, entah apa yang ku pikirkan, hatiku terasa hambar. Apa
lagi tengah malam begini tidak ada satu pun orang yang lewat di jalan trotoar,
hanya terkadang terdapat mobil atau motor yang melintas di jalan. Biasanya aku
ditemani oleh headset kesayanganku,
namun kali ini aku tidak menginginkan sebuah lagu berdengung di telingaku.
Semuanya terasa sakit, terasa pedih. Namun aku tidak mengerti, perasaan apa
ini.
Kenapa, apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Aku terlalu
lemah dalam hal bersosialisasi. Kemarin, dia masih bersamaku, seorang wanita
yang cantik dan menawan, dia baik dan setia kawan. Namun, persahabatan yang
telah terukir selama dua tahun hancur, karena kesalah pahaman yang tidak dapat
ku jelaskan. Apa yang bisa ku lakukan
saat ini, hanya merenung dan introspeksi diri. Aku merasa orang bodoh, penuh
emosi, hingga Nilam pergi jauh dariku.
“Hai, kamu ngapain. Nunduk gitu,”
Kutatap seseorang di depanku. Nanta
“Gishel, kenapa mukamu pucat gitu, kayak kertas lecek, di
buang lagi, hahaha. Hayo, malam-malam jalan sendirian, ngapain.”
“Aku memang di buang,”
Nanta terlihat terkejut,namun segera ia berubah raut mukanya
seperti semula, menggemaskan dan terlihat tanpa dosa.
“Maksud kamu apa gi,”
“Aku di buang, terbuang dan merasa dibuang. Kau tahu Nanta,
Nilam kini telah pergi menjauh. Aku tidak pantas menjadi sahabatnya, kita
sangat berbeda, tak mampu melengkapi, bahkan menambahi. Semua palsu di matanya,
begitu juga rasa sayangku untuknya,” mataku mulai memerah, air mataku serasa
mendobrak pertahanan kelopak mata untuk jatuh ke pipi.
Nanta yang melihatku langsung mendekatiku,
“Tersenyum lah,” ucap Nanta terlihat tenang menyungging sebuah
senyum yang aku pikir terlihat cool, dia memang mudah mengubah suasana. Karena
dia pintar medominasi wajah menawannya itu. Namun bukannya aku tersenyum, tapi
aku malah menundukkan kepala dan menangis.
“Andai aku tidak ada di sini, apa yang kau lakukan gi. Apa
kau akan menangis, menahan air matamu itu, tersenyum , atau marah pada dirimu
sendiri dan berteriak sesuka hatimu,”Tanya Nanta sambil memandang awan di langi
malam
Aku yang sesenggukan menatap wajah Nanta
“Aku tidak tahu Nanta, tapi aku tahu satu hal jika kamu g’
ada di sini. Aku akan kesepian, tanpa siapapun di sini untukku,”
Nanta tresenyum.
“Gi, kau harus tahu satu hal, saat ada seseorang yang
meninggalkanmu. Pasti kau akan mendapatkan obat sakit hatimu, siapapun itu.
Percayalah,”
Aku tidak pernah menyangka, Nanta seseorang yang tidak
pernah serius, selalu bercanda dan memiliki mimik muka yang beragam tanpa dosa
itu bisa bersikap bijaksana. Aku yang masih dalam tangisku, langsung di tatap
tajam oleh Nanta
“Apa, , , lihat mukaku kayak lihat monyet pakek baju kimono.
Awas mata kamu jatoh ntar,”celetukku sambil menghapus air mataku.
“Hahaha, lucu lucu, aku g’ lagi lihat monyet pakek kimono,
tapi aku lihat orang yang aku sayang nangis trus, aku g’ suka.”
“Hu, gombal kamu, “
“G’ kok, aku serius,, hihihi,”
Ya ampun, Nanta sangat menggemaskan, serasa melihat bayi
mungil yang lucu. Pantas saja Nanta banyak yang suka, dari anak kecil,
cewek-cewek, ampek kakekku saja seneng sama Natan.Dia memang anak yang asik dan
menawan, kadang aku juga terpikat olehnya.
“Hey, kok bengong, udah tengah malam nih, pulang yuk, ntar
ada hantu nyamperin kita loh.”
“Ih, Nanta gitu ih, udah tau aku penakut, masih di gituin,”
“Salah sendiri jalan malam-malam, ayo pulang.”
“Iya iya tetanggaku yang jelek,wek, hihihi.”
Pagi yang terasa sunyi, sangat sepi. Meski mentari telah
tersenyum menyinari dunia. Oh Tuhan, apa aku sanggup bertemu dengan Nilam,
sahabat yang telah berpaling dariku, mencari tempat teduh dalam hidup, sayapnya
telah siap dan pergi jauh dariku. Hufh, bagaimana hidupku akan berjalan tanpa
dia, rasanya masih pedih.
“Gishel, ayo cepat turun, sudah siang sayang, sarapannya
sudah siap,”
“Ya ma,”
Aku berjalan dengan lamunanku, bagaimana jika Nilam sudah
mendapatkan sahabat baru.
“Hai Gishel, kok nglamun trus, ntar nabrak loh,”
“Ana, kok kamu . . . “
“Aku hari ini males bawa sepeda motor, pengen naik sepeda,
hehe. Kebetulan ketemu kamu, jadi ya tambah seneng deh.”
“Iya, seneng ketemu kamu. “
“Emm, Gishel, maaf, aku ingin bertanya padamu, tapi kamu
jangan marah ya.”
“Ya silahkan,”
“Apa yang terjadi antara kamu dengan Nilam, kemarin aku
melihat kamu di lapangan futsal sendirian, biasanya kan kamu selalu dengan
Nilam,”
“Aku berfikir sejenak dengan itu semua Ana, kami sedikit
renggang, tapi bukan bermusuhan, hanya sedikit membiasakan diri tanpa suatu
yang berlebihan diantara kita.”
“Oh, jadi, bolehkah aku menjadi sahabatmu. Sebenarnya sejak
dulu aku ingin dekat denganmu, tapi Nilam selalu bilang kalau kamu g’ butuh
teman yang lain, jadi aku g’ berani dekat kamu,”
“Hahaha, Ana Ana, kok kamu berfikir gtu. Semua orang buth
teman, memang kita butuh sahabat, tapi kita juga harus punya banyak teman untuk
hidup yang lebih bahagia,” ucapku sambil tersenyum
“Iya , hehehe. Eh, dah sampai nih, kita parkir dulu ya,”
“Ya.”
Aku merasa lebih baik dengan adanya Ana, apa yang aku
katakana tadi mungkin benar. Kita memang membutuhkan seorang sahabat yang
tulus, namun kita juga membutuhkan teman yang ada dalam hidup kita.
Akhir-akhir ini aku lebih dekat dengan Ana, dia anak yang
baik dan supel, nyambung untuk pembicaraanku dengannya, karena aku dan dia
memang satu hobi, yaitu futsal , membaca, dan jalan jalan.
“Gishel,,”
Aku berbalik untuk melihat seseorang yang memanggilku. Nanta
“Nanta, ngapain kamu di sini.”
“Loh, emank g’ boleh aku datang ke sekolahmu, lagiankan ada
disnatalis, aku pengen lihat lihat + nengok kamu. Oh ya, stand kamu mana,”
“Emm, di sana, stand no. 9.”
“Ok, yuk kesana,” ucap Nanta sambil menarik tanganku.
“Eh ,, eh , , ngapain kesana.”
“loh, ya mau ngobrol sama kamu, sekalian pengen liat stand
kamu, hehe.”
“Haduh, ,, nanti temen temenku ngira macem macem Nanta.”
“Biarin, ayo,”
Akhirnya dengan pasrah aku
mengikuti Nanta dari belakang. Ana menghampiriku,
“Gishel, itu siapa, keren banget, hihihi”
“Hufh, itu Nanta. Tetanggaku,’
“Dia sekolah di SMA bakti ya, kok seragamnya gtu.”
“Ya”
Aku menghampiri Nanta,
“Pengen makan apa, nih menunya.”
“Emm, aku pengen makan fried rice dan jus apel aja.”
“Ok, “
Setelah ku pesankan permintaan Nanta, aku segera menghampiri
Nanta.
“Ngapain sih sebenarnya kamu kesini, hayo ngaku..”
“G’ ngapa ngapain kok, Cuma pengen ketemu kamu aja, kayaknya
kamu lebih baik sekarang,”
“Ya , lumayan sih, hehe. Eh, aku kenalin temenku ya, namanya
Ana, dia cantik loh.”
“Males,”
“Kenapa males,”
“Tanya saja sendiri sama dia.”
Aku merasa bingung sendiri, tapi aku tetap memanggil Ana
untuk menemani Nanta sementara aku harus melayani orang yang mampir di stand
kelasku.
“Hai, nama kamu Nanta kan, kenalin aku Ana, sahabat barunya
Gishel,”
Nanta terlihat diam sambil menikmati nasi gorengnya.
“Kok diem, kenapa.”
“Ehm, to the point aja ya. Aku Tanya sama kamu, kamu punya
hati gak,”
“Maksud kamu apa,??”
“Kamu sudah membuat persahabatan Gishel dan Nilam kacau
dengan trik trikmu yang norak itu, memang Gishel itu anak yang bodoh, Nilam
juga suka emosi dan benci sama Gishel. Tapi kamu keterlaluan, “ ucap Nanta
dengan tenang
Ana terlihat terkejut, wajahnya terlihat pucat. Namun
sepertinya dia berusaha terlihat tenang dan ingin berucap.
“Nanta, aku kasihan dengan Gishel, Nilam selalu ingin Gishel
menjadi orang lain. Nilam tidak tahu betapa sakitnya Gishel karena dia harus
kena marah Nilam jika Gishel menjadi dirinya sendiri. Mereka berbeda Nanta, mereka tidak pantas bersama.” Ucapnya
lugas tanpa dosa
“Tapi kamu g’ boleh gitu, apa dengan kamu memisahkan Nilam
dengan Gishel , maka Gishel akan bahagia. Sebenarnya mereka saling membutuhkan,
meskipun terkadang mereka bertengkar, tapi mereka juga saling merindukan, asal
tau saja.”
“Itu g’ bener , , , , “
“Itu benar, karena kamu telah membuat Nilam salah paham dan
meninggalkan Gishel. Kamu telah membohongi Gishel dengan kata manismu.”
“Tidah, diam kamu Nanta, kamu , , ,”
Ana menghentikan kalimatnya, ia terkejut melihatku yang
sudah berdiri di antara Nanta dan Ana. Aku hanya tersenyum, PEDIH.
“Kalian, sungguh membuat hatiku. Muakkk,” ucapku dengan tenang lalu
menghindar dari mereka
Malam semakin larut, hari ini sang dewi malam tak kunjung
bersinar. Hanya redup, dan terasa aneh. Atau mungkin aku yang aneh, duduk di
bawah pohon depan rumah jam tengah malam seperti ini. Mungkin di kira hantu
kalau ada orang yang lewat depan rumah. Mungkin jika aku tahu diriku sendiri,
aku juga akan takut, di kira kuntilanak lagi merenung di bawah pohon. Hufhhh
“Ngapain sih, duduk sendirian di bawah pohon. Aku kira kamu
tadi hantu,”
Nanta, mengapa dia selalu ada di sana. Saat kehilangan
Nilam, sekarang aku kehilangan Ana. Selalu saja ada Nanta.
“Apa maumu,”
“Aku ingin kamu tersenyum,”
“Tersenyum, bagaimana jika kamu jadi aku, ha.”
“Aku akan berpikir, mencari sahabat, bukan untuk merubah
dirimu menjadi yang diinginkan sahabat sahabatku, tapi harus dengan kesadaran
diri dan untuk diri sendiri, bukan karena sahabat atau teman temanku. Hufh,
jadilah dirimu sendiri yang asli Gishel, jadilah seseorang yang bisa di rindu
oleh orang lain karena kamu istemewa, hanya kamu yang mempunyai suatu hal itu,
bukan karena kamu di paksa untuk menjadi orang lain. Agar orang lain bahagia.”
“Aku tertunduk. Malu rasanya, kenapa dengan ini semua Nanta.
Selalu aku yang harus mementingkan orang lain, semua demi orang lain. Bukan
untukku, aku harus bagaimana,,”
Nanta memandangku tajam, kali ini aku tidak mengelak. Karena
aku tak berdaya, aku memang payah. Aku terkejut, Nanta memelukku.
“Hidupmu, untukmu. Ingat itu Gishel, kamu jangan membuat
hidupmu menderita. Karena itu, aku ingin kamu tersenyum .”
“Nanta , , , semua
orang pergi, Nilam, Ana. Aku sendirian.”
Akhirnya airmataku turun, menghapus rasa beban yang aku
pendam.
Terlihat di belakang Nanta, Nilam dan Ana. Aku terkejut di
buatnya, mengapa mereka ada di sini. Aku menatap Nanta, dia hanya cengingiran,
dasar Nanta, dia selalu penuh kejutan.
“Gishel, maafkan aku.” Ucap Nilam
Aku melepas pelukan Nanta.
“Minta maaf tentang apa Nilam,”
“Aku sudah membuat dirimu sakit hati dan membuat kamu
menjadi orang lain.”
“Bisakah kita berteman lagi,” ucapku
“Tentu saja bisa, dengan rasa percaya dan apa adanya, pasti
kita bisa saling mengerti.” Balas Nilam
Terlihat Ana terdiam, Nanta mendekatinya.
“Ayo, gabung sana,”ujar Nanta
“Apa boleh, “ Tanya Ana
“Tentu saja Ana, pasti kita akan menjadi tiga sahabat yang
istimewa, hehehehe,” ujarku mendekati Ana dan Nanta
“Yupz,” ujar Nilam
“Bagaimana denganku, Gishel,”Tanya Nanta
“Hem,,,, gimana ya,”
“EHM , , , ehm , , , , .” goda Ana dan Nilam bersamaan.
“Hahahaha,”
Semua tertawa, Nanta mendekatiku.
“Aku suka senyumanmu,”
“Suit , , ,suit . . . .hahaha,”ujar Nilam
Semua tertawa, semua bahagia. Ketahuilah, semua akan indah
pada waktunya.
END