Senin, 16 Juni 2014

Detektif RND


Detektif RND

          Mata kuliah semantik telah berlalu. Anak-anak mulai beranjak dari bangku mereka. Kutatap wajah kawanku dengan tatapan sedih. Ia menutup buku dan memandang papan tulis di depannya dengan pandangan kosong. Aku dan Rara saling manatap dan mengangkat bahu.
“Di, loe jangan sedih dong,”ucapku lembut sembari mengelus pundak Diana.
“Kenapa Mbeb Didi sedih?”
“Gimana gue nggak sedih, Ra. Giri ngilang selama empat hari. Dia nggak ada kabar sama sekali. Dia juga nggak masuk kuliah karang.”
“Udahlah, loe cari cowok lain aja. Gampang kan? Semua senang.”
“Dasar loe, bukan masalah cari cowok lain ato nggak, Na. Tapi gue penasaran napa Giri bisa ngilang kayak gini. Kita harus nyelidikin semua ini. Gue mau kalian nolong gue dalam hal ini.”
“Imbalannya apa?”
“Hadeh, , , Ra. loe perhitungan banget sama temen.”
“Loh, bukannya gitu, Mbeb Na. Tapi kita kan selalu dikasih imbalan tiap ngejalanin tugas. Kita itu detektif paling keren di kampus. Jadi Mbeb Didi juga harus ngasih imbalan ke kita kalo mau kita ikut dia, hehe.”
“Gampang, gue beliin satu bungkus penyetan buat kalian. Dibagi dua aja ntar, oke? hahaha.”
“Pelit banget lu, Mbeb.”
“Udah, jangan bercanda mulu. Di, emang loe tau rumahnya Giri?”
“Ya tahulah. Dia tinggal di Wiyung sama tantenya. Soalnya ortu dia udah nggak ada. Kalian mau bantu gue kan?”
“Ya pastilah.”
“Kita ngomongin apaan sih?”
“Ampun, Ra! Loe kemana aja sih. Semenit nyaut semenit nggak. Di, tapi jangan lupa imbalannya, hihihi.”
“Dasar loe, Ra. Dari dulu tetep aja lemot. Kita pulang ke kos dulu buat nyiapin segalanya. Nanti jam dua kita intai rumah Giri. Oke?”
“Oke.”
Saat aku dan Diana asik merencanakan pengintaian, Rara malah berjalan mendekati kak Gilang yang sedang duduk manis di seberang kelas. Rara berbasa-basi dan tertawa bersama kak Gilang. Aku yang melihatnya langsung berdiri dan menarik tangan Rara.
“Maaf kak, Rara mau pergi dulu. Udah ditarik sama malaikat pencabut kebahagiaan. Thatha , , ,”
Kak Gilang tertawa dan memandangku. Aku hanya tersenyum dan menunduk malu. Rara langsung kutarik dan kuserahkan pada Diana.
“Rara , , Rara , , loe tu nggak bisa lemot kalo masalah cowok. Tapi yang lain loe nggak bisa diharepin. Ckckckck.”
          Kami bergegas pulang ke tempat kos. Diana menyiapkan alat untuk pengintaian dan penyamaran. Aku menyiapkan mobil yang akan digunakan dan  Rara mendengarkan musik sambil menari tidak jelas di sampingku.
          Namaku Nana. Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Aku memiliki sahabat bernama Diana dan Rara. Kami bersahabat sejak pertama masuk kuliah yaitu, dua tahun yang lalu. Kami tergabung dalam persahabatan yang disebut RND (Rara, Nana, Diana). Namun, semua orang di kampus lebih mengenal kami sebagai detektif RND selama satu setengah tahun terkhir. Karena kami memang mahir dalam hal penyelidikan.
Kami memiliki kelebihan masing masing dalam bertindak. Aku memiliki kemampuan membaca pikiran orang yang aku sentuh. Aku juga memiliki kemampuan handal dalam mengemudikan mobil. Diana berpegang pada kecanggihan zaman. Dia mengurus segala alat yang diperlukan seperti  alat sadap, kamera tersembunyi dan sebagainya. Sedangkan Rara memiliki kemampuan memikat hati laki-laki dengan cepat. Dia memiliki tingkah aneh dan humor yang berlebihan. Namun, ia memiliki keberanian yang luar biasa dibandingkan aku dan Diana.
Di sinilah aku. Bersama dengan kedua sahabatku yang berbeda karakter, tetapi mampu menyeimbangkan segalanya. Untuk berbagi dan saling menyayangi. Mengerjakan segala sesuatu untuk menolong yang lainnya dengan cara kami sendiri.
                                      XXXXXXXXXX    
Aku dan Diana menatap Rara tajam. Rara sebagai terdakwa hanya cengingiran sambil memutar-mutar HPnya. Mobil yang sudah kusiapkan dengan susah payah tidak ada gunanya. Aku merasa sebal dan bingung pada Rara.
“Ra! Tadi kan udah gue bilang. Pompa ban belakang bagian kiri dan periksa mesinnya. Kenapa sekarang mogok?”
“Lu kan udah tahu, Mbeb. Gue nggak bisa periksa mesin. Salah sendiri lu tadi pakek sakit perut.”
“Dasar ni anak, bisanya ngeles aja. Di, karang kita gimana nih?”
“Aku udah telpon bengkel buat ambil mobil ni. Kita naik angkot aja. Ra, loe cari angkot. Gue mau ambil laptop sama alat yang lain.”
“Oke, Mbeb.”
Diana mengambil segala alat yang dibutuhkan. Setelah Rara mendapatkan angkot kami langsung menuju rumah Giri. Di dalam angkot terdapat tiga orang penumpang lain. Seorang nenek berada di samping sopir, seorang anak SMP yang pulang dari sekolah dan seorang laki-laki muda memakai baju koko serta sarung  duduk di sebelahku. Pada awalnya aku merasa nyaman duduk di kursiku. Akan tetapi, pikiranku terusik saat terjadi guncangan dan tanganku bersentuhan dengan tangan pemuda itu. Seketika aku langsung dapat membaca pikiran pemuda itu. Pemuda itu ternyata memikirkan sesuatu yang sangat tidak cocok dipikirkan di dalam angkot. Dia memikirkan sesuatu yang membuat dia tersenyum sendirian. Dia memegang tangan Rara, menciumnya dan  . . .
“Ah! Gue hampir gila karena ini. Loe tu sebenernya apa sih. Penampilan luar kayak cowok alim, ternyata dalemnya mesum. Dasar setan!”teriakku sambil menunjuk pemuda itu. Pemuda itu langsung terkejut dan memandangku dengan tatapan bingung. Rara yang semula ingin memencet bel angkot untuk berhenti langsung menarikku keluar dan tersenyum pada pemuda itu.
“Maaf ya mas, harap maklum. Ni anak baru nemu di kebun binatang. Biasa, arek ilang.”
Rara, aku dan Diana turun dari angkot tepat di depan rumah Giri. Kami bertiga mulai mendekati rumah Giri dan mulai beraksi. Tindakan pertama.
“Ini, loe bawa seperangkat alat make-up dan pulpen. Pake ini juga di telinga loe biar kita bisa komunikasi. Loe pura-pura jadi sales alat kecantikan di rumah Giri. Loe kelabuhi tantenya dan saat loe punya ruang hadepin pulpen ini ke kamar Giri. Kamar Giri ada di kanan ruang tamu. Jangan lupa sebelum itu pencet bagian atas pulpen biar gue bisa lacak dari sini. Kamera ini temuan terbaru gue sama teman gue dari robotika. Dapat nembus ruang dan dapat mengidentifikasi sesuatu yang kita inginkan.”
“Kenapa gue yang selalu jadi kelinci percobaan?”
“Karena loe cewek yang paling pintar ngerayu, Ra. Udah, cepet laksanain tugas loe. Gue ama Diana bakal nunggu loe di sini”
“Iya-iya.”
Rara beranjak dari tempatnya dan mulai memencet bel  rumah Giri. Saat tante Giri muncul Rara langsung tersenyum manis dan berbasa-basi. Tante Giri pun tertarik dan mempersilakan Rara masuk.
“Dasar, anak itu pinter banget kalo masalah beginian.”
“Hahaha, senggaknya dia dapat ngebayar kesalahan mobil tadi, Na.”
Aku dan Diana duduk menunggu Rara memencet pulpen yang diberikan padanya tadi. Beberapa saat kemudian pulpen aktif dan mengarah ke kamar Giri. Diana langsung mengetahui Giri tidak ada di rumah. Karena kameranya tidak menunjukkan keberadaan orang selain tante Giri dan Rara.
“Ra, jangan gerak terus!”
“Iya-iya, Di.”
“Kenapa Giri punya banyak alat make-up di kamarnya ya? Aneh, padahal Giri nggak suka pakek gituan.”
“Mungkin Giri selingkuh, Di. Terus dia dapet alat make-up itu dari selingkuhannya. Selingkuhannya pengen si Giri tambah ganteng.”
Diana menatapku tajam dan memegang dahiku.
“Na, loe udah ketularan Rara ya?”
“Hei, ngapain manggil-manggil nama gue.”
“Nggak apa-apa. Ra, cepet keluar! Kita pergi sekarang.”
“Oke.”
Beberapa menit kemudian Rara langsung keluar dari rumah Giri. Rara tersenyum penuh kebanggaan. Sedangkan aku dan Diana langsung berbisik-bisik untuk menggoda Rara. Mobil Diana telah diperbaiki di bengkel. Kami pun langsung mengambilnya dan pulang untuk merencanakan tindakan berikutnya.
                                      XXXXXXXXXX
Penyelidikan kedua. Rara, aku dan Diana mengintai Giri di depan rumahnya malam ini. Terlihat Giri keluar rumah dan masuk ke sebuah mobil yang parkir di depan rumahnya.
“Sejak kapan Giri punya mobil?”
“Tauk.”
“Sejak kapan Giri jadi ganteng?”
Aku dan Diana serempak menatap Rara dengan tatapan tajam. Rara hanya tersenyum dan menatap kami berdua dengan tatapan tanpa dosa.
“Maaf, Mbeb. Gue oplos, eh polos maksudnya, hehehe”
Aku langsung memutar mobil saat Giri pergi dengan mobil barunya. Giri mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi di jalanan yang padat. Namun, aku  tidak mau kalah dan mengerahkan tenagaku untuk mengikutinya.
Giri menambah kecepatannya dan aku mulai amarah. Aku menaikkan kecepatan sampai 120 dan mendahului mobil Giri. Saat aku mendahului mobil Giri Diana mendongak untuk melemparkan alat micro di pintu depan bagian kiri. Namun, setelah itu Giri juga menambah kecepatan dan melesat pergi.
“Tadi Giri kemana?”
“Ke situ mungkin, Na. Tadi gue liat dia belok di situ.”
Aku menuruti ucapan Rara dan berhenti di depan sebuah gerbang. Kami mulai turun dan berjalan memasuki gerbang. Terlihat sepi dan gelap. Rara terus berjalan dan menyandung sesuatu.
“Wah, makam, Cak.”
“Apa?”
Serempak aku dan Diana terkejut. Kami  saling berpegangan tangan dan menepuk pundak Rara jengkel. Rara malah menatap sekeliling dan berdiri tegak di sampingku. Sedangkan aku dan Diana menatap Rara penuh curiga.
“Nyesel gue nurutin kata-kata loe. Emang nggak pernah bener loe dari dulu. Ayo cepat pergi!”
Kami mulai berbalik. Namun, tiba-tiba seorang kakek muncul di depan kami. aku dan Diana langsung istighfar beberapa kali dan menggenggam tangan Rara kuat-kuat. Sedangkan Rara malah terdiam dan menatap kakek itu lekat-lekat. Kakek itu memakai sarung di pundaknya dan membawa senter.
“Mengapa kalian di sini malam-malam? Nggak takut ta?”
“Kakek siapa?”tanya Rara sembari menatap curiga.
“Aku penjaga makam ini. Lebih baik kalian pergi sekarang. Tidak baik di sini malam-malam.”
“Iya, Kek.”
Kami bertiga mulai beranjak pergi. Namun, saat Rara menoleh kebelakang ternyata kakek itu sudah tidak ada.
“Loh, kok kakek tadi nggak ada sih.”
“Jangan-jangan  , , , “
Aku dan Diana langsung berlari keluar makam. Sedangkan Rara malah berjalan santai sambil bersenandung. Aku langsung gas pol meninggalkan pemakaman itu. Di dalam mobil, aku memarahi Rara habis-habisan. Karena diantara kami bertiga, akulah yang paling tidak menyukai horor. Diana juga mendukungku dalam hal ini. Karena ia yakin seratus persen bahwa yang kami temui tadi adalah hantu. Rara malah bersenandung dan tertawa melihat kami kewalahan.
                                      XXXXXXXX         
Tindakan ketiga. Setelah kami bertemu hantu semalam. Kami tidak bisa tidur dengan nyenyak. Namun, untung saja mata kuliah hari ini dimulai pukul sebelas dan hanya dua jam pelajaran. Sehingga kami bisa tidur dan melanjutkan penyelidikan hari ini.  
Sebelum mata kuliah dimulai kami berkumpul di balkon gedung kampus. kami berdiskusi dan melihat hasil sadapan tadi malam.
“Gue udah nembusin alat gue ke bagian dalam mobil. Sekarang kita tinggal melihat hasilnya lewat laptop.”
Diana langsung mengecek apa yang telah direkam oleh alatnya. Tenyata Giri sedang menjemput wanita lain malam itu. Wanita itu mengajak Giri bermalam di hotel dan melakukan sesuatu yang tidak semestinya di lakukan. Giri pun menerima ajakan wanita itu. Wanita itu pun terdengar mencium Giri dan berkata akan memberikan sesuatu yang lebih dari mobil yang dimiliki Giri sekarang. Diana sangat terkejut saat Giri memanggil wanita itu dengan panggilan ‘Tante Sayang’.
“Wah, pacar loe parah, Di. Dia sama tante girang.”
“Di, jangan dengerin Mbeb Nana. Giri bukan sama tante girang, Mbeb Nana itu sok tahu. Emang loe tahu dari mana, Mbeb?”
Aku menghela napas dan menepuk dahiku. Rara hanya memandangku dengan penuh tanda tanya. Sedangkan Diana langsung beranjak dari tempat duduknya. Tiba-tiba terlihat Giri berjalan menaiki tangga gedung yang berseberangan dengan balkon. Giri tersenyum pada Diana dan menghampirinya. Diana hanya terdiam dan menunduk. Aku dan Rara tidak berani ikut campur. Giri mencoba menyentuh pundak Diana. Namun, Diana langsung menghempaskan tangan Giri dan menampar pipi kirinya.
“Loe cowok tahu diri nggak sih? Masih berani nemuin gue.”
“Ya, gue tau semuanya pasti bakal terungkap. Gue tahu apa salah gue sama loe, Di. Tapi gue bisa jelasin semua. Nyokap gue udah meninggal. Bokap pergi dan nikah di Jakarta. Gue nggak punya siapa-siapa selain tante gue. Tante butuh uang untuk ngurus gue. Dia baru aja di PHK. Gue harus ngelakuin kerjaan itu mau nggak mau.”
“Berarti kita harus putus, mau nggak mau!”
“Yank, nggak bisa gitu. Gue sayang banget sama Loe.”
“Gue karang benci banget sama loe. Guys, ayo pergi. Kita bolos aja hari ini.”
 “Tapi mata kuliah hari ini kan apresiasi drama. Gue nggak mau bolos.”
“Hadeh, ratu drama nih. Yadah, nggak jadi bolos low gitu.”
Rara, aku dan Diana berlalu di depan Giri. Giri masih berusaha menggapai tangan Diana. Namun Diana tersenyum dan menghempaskan tangan Giri. Saat kuliah usai kami bertiga langsung menuju kantin.
“Asik, penyelidikan telah selesai. Saatnya Diana ntraktir kita.”
“Enak aja, BDKS!”
“Apa BDKS?”
“Bayar Diri Kalian Sendiri.”
“Pelit!”
Aku dan Rara berteriak serempak di telinga Diana. Diana hanya menggerutu sedangkan aku dan Rara malah tertawa terbahak-bahak. Saat kami bercanda tiba-tiba Andri, anak jurusan SRDG menghampiri kami.
“Guys, bisa bantu gue nggak?”
“Bantu apa?”
“Lukisan gue ilang. Padahal lukisan itu udah menang lomba minggu lalu dan mau dibeli ama seseorang seharga sepuluh juta. Sepertinya pencuri itu warga kampus kita juga. Kalo kalian bisa nemuin lukisan gue sampek minggu depan, kalian akan dapetin sepuluh persen dari penjualannya. Gimana?
Kami bertiga saling menatap dan tertawa bersama.
“Tentu bisa. Loe tinggal kasih info tentang lukisan loe itu.”
“Oke, nanti gue kirim foto lukisan gue lewat e-mail ya? Gue pergi dulu. Gue ada kelas karang.”
“Eh, Ndri. Ehm, kita kan lagi bokek, trus , , ”
“Sssstttt, gue tahu maksud loe, Ra. Nih.”
Andri memberikan selembar uang lima puluh ribuan. Rara yang menerimanya langsung tersenyum dan melambaikan tangannya pada Andri.
“Lunchtime,”seru Rara sambil melambaikan uang dari Andri.
Aku dan Diana hanya tertawa melihat tingkah Rara. Aku senang Diana tidak memikirkan kesedihannya. Meskipun aku tahu dia masih memiliki sedikit rasa sakit yang dibuat oleh Giri. Namun, Diana dapat tertawa bersama kami semua. RND bukan sekedar ikatan persahabatan. Akan tetapi, ikatan sebuah hubungan untuk saling menjaga, menghibur, berbagi cinta dan sebuah keluarga kecil yang bahagia.

SELESAI
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika terdapat kesalahan atau sesuatu yang tidak berkenan saya sebagai penulis minta maaf, Nur Asiyah.


Kamis, 15 Mei 2014

BAGAIKAN MALAIKAT


                                              Bagaikan Malaikat

“Kenapa kamu membohongiku Ilyas, kenapa kamu berselingkuh dengan Maria? Apa  salahku sama kamu? Ha!”teriakku pada seseorang yang kusayangi selama tiga tahun terakhir, kutahan air mataku  dengan sekuat tenaga.
“Nisa, dengarkan aku dulu. Aku tidak ada hubungan khusus dengan Maria, kami hanya teman biasa, tidak lebih Nisa. Sungguh, kumohon percayalah,”ucap Ilyas memelas sambil menatapku dan menatap Maria bergiliran. Maria yang berada di sisi Ilyas hanya terdiam menunduk, tidak mengiyakan atau pun menyanggah ucapan Ilyas.
“Bohong! Aku  tau, sebenarnya Maria sudah mencintaimu sejak dulu. Kalian bermain api di belakangku, kalian sungguh kejam. Ilyas, kita PUTUS!!”teriakku tanpa pertimbangan. Ucapanku bagaikan petir yang menyambar Ilyas di siang bolong. Namun emosiku telah sampai di ubun-ubun dan  membakar  otakku hingga aku tidak dapat berpikir  jernih.
“Apa? Ya Allah Nisa, aku mohon pertimbangkan ini semua. Kamu tidak boleh seenak hati menuduhku seperti ini, kamu terbakar oleh emosi, jadi dengarkan penjelasan kami dulu. Kami  ditugaskan oleh pak Firdaus untuk menjadi panitia acara ulang tahun sekolah minggu depan, jadi kami…..”
“Mengambil kesempatan itu untuk selingkuh, gitu. Sudahlah Ilyas, aku sudah muak dengan semua ini. Menjalin hubungan dengan siswa terpenting di sekolah adalah hal yang sangat menyebalkan, dari aktivitas segudang yang membuatku sulit bertemu denganmu, sampai penggemar yang nggak habis-habis godain kamu, aku sudah capek. Kita putus!!!”
Aku bergegas untuk pergi. Namun, Ilyas menarik tanganku untuk menghadapkan diriku padanya lagi.
“Nisa, kamu jangan bicara seperti itu. Setiap saat aku ngertiin kamu, aku ingin kamu merasa, kamu mengerti aku mengerti kamu. Aku ingin kamu sadari, cintaku bukanlah dia,”ucap Ilyas sambil menunjuk Maria tanpa dosa, sedangkan Maria hanya terdiam dan menunduk (patah hati, cinta ditolak untuk kesekian kalinya).
“Udah deh, nggak usah muluk-muluk ngomongnya. Nyontek di liriknya Noah band aja bangga. Pokoknya kita tetap putus, lagian aku bisa mendapatkan cowok yang lebih keren dan pintar dibandingkan kamu, dan yang pasti bukan tukang selingkuh kayak kamu. Dia  BAGAIKAN MALAIKAT,”ucapku tegas sambil mengangkat kepala. Aku  melepaskan genggaman tangan Ilyas dengan paksa dan bergegas pergi. Ilyas hanya mampu terdiam dan menghela napas melihat tingkah dan pemikiranku yang sulit ditebak olehnya.
Sejenak Ilyas menatap Maria sambil tersenyum.
“Kamu sudah tahu kan jawabannya. Maafkan aku, aku tidak bisa menerimamu, sekali pun aku telah putus dengan Nisa, aku tetap tidak bisa menerimamu. Sekarang, hapus rasa sayangmu, dan angkat rasa profesionalmu sebagai pasanganku di acara ulang tahun sekolah, sebagai panitia,”ucap Ilyas tenang dan lembut. Maria menatap mata Ilyas yang teduh, terdapat sebuah telaga yang bening dan  tenang di sana. Terlihat  damai dan membuat perasaan Maria semakin mendalam pada Ilyas. Namun, Maria mengangguk atas penolakan Ilyas, dan sekali lagi, dia membohongi perasaannya.
                                                          OOOOOO
Selimut, bantal, dan guling berserakan, semua hadiah dan kenangan dari Ilyas berhamburan dimana-mana. Nisa terisak-isak di atas boneka lumba-lumba pemberian Ilyas saat ulang tahunnya yang keenam belas kemarin.
“Kenapa kamu harus selingkuh sih Ilyas, kenapa juga aku harus mutusin kamu. Aku masih sayang kamu, hikz. . . hikz. . . ,“ gerutu Nisa dengan  isak tangis yang aneh.
Tok . .  Tok . .
“Siapa? Hikz . . ., “
“Ini ibu Nis, ada apa denganmu?  Dari luar ibu mendengar isak tangismu. Apa kamu baik-baik saja?”
“Kenapa hari ini semua orang yang ngomong sama aku harus pakai lirik lagunya Ariel sih. Hikz. . . . Hikz . . . Aku pengen sendiri dulu, nanti kalau aku sudah mendingan, aku akan cerita sama ibu. Ibu nggak boleh masuk kamarku, AWAS ! !”
“Loh, kok jadi ngancam ibu, padahal ibu mau nyuruh kamu beli kecap di warung sebelah. Tapi kayaknya kamu lagi galau ya ? Hemz , , yadah  ibu beli sendiri saja. Hati-hati di kamar ya sayang.”
“Harusnya aku yang bilang begitu  ibu, , hikz, , hikz , , ibu yang  hati-hati di jalan, bukannya  aku. Ehm , , , makasih ya bu, udah ngertiin aku, hikz,,,.”
“Iya, sama-sama. Ibu pergi dulu ya Nis, kamu jangan nangis terus, nanti kamu laper loh.”ujar ibu sambil beranjak pergi.
Beberapa saat kemudian.
“Nangis ternyata  nguras tenaga juga ya, mana boneka aku sekarang basah lagi, hikz, , ,  hikz , , . Aku keluar sebentar aja deh, nyari sesuatu di dapur yang bisa dimakan,”ucapku sambil menghapus air mata yang masih tersisa di pipi. Aku mulai membuka pintu kamar dan berjalan pelan menuju dapur. Tidak terlihat keberadaan ibu di dalamnya, aku segera menuju meja makan dan kulkas yang posisinya berdekatan.
“Kenapa cuma ada  air putih dingin? Ibu pelit banget ngisi kulkasnya, cuma ada air putih dingin, sayur-sayuran, sama telur mentah. Hufh, terpaksa cuma bawa ‘krupuk tayyamum’ di meja sama air putih deh, hemz ,  , , tapi nggak apa-apa, nanti kalau nggak kenyang mungkin cuma kembung doang, hahaha,”ucapku sambil berjalan kembali menuju kamar. Sejenak aku melupakan kesedihanku tentang Ilyas. Namun saat aku tiba di kamar dan melihat isi kamarku, aku mulai menangis lagi.
“Kenapa aku mutusin Ilyas , , hikz , , (kruess , , krues , , ) padahal Ilyas adalah cowok yang baik, pinter, aktif, manis lagi. Meskipun dia bukan cowok paling ganteng satu sekolah, tapi dia adalah cowok paling manis dan penting di hatiku ,,, hikzz,,,( kruess , , kruess , , ) aku nggak mungkin narik kata-kataku lagi , , hikz , ,( kruess , , krues , ,) kenapa dia tadi harus sama Maria, Maria itu kan termasuk penggemarnya Ilyas,, hikzz, ,  hikz , , , kenapa juga aku harus nangis sambil makan ‘krupuk tayyamum’ ini ya allah, hikz  , ,”ucapku sambil menatap krupukku dengan penuh makna.
“Nisa, udah malam, nangisnya kalau pengen diterusin besok aja, kan besok hari minggu, sekarang kamu tidur aja, udah malam.”
“Iya, ibu, hikzz.”ucapku yang masih menyisakan isak tangis. Aku menyisihkan boneka lumba-lumbaku, membereskan bantal  guling, dan segera tidur.
                                                          OOOOOO    
“Huah,,,,”aku menggeliat di tempat tidurku, aku mencoba untuk bangun dan bersandar pada dinding tempat tidur.
“Hua , , , , , , , !!”
Terlihat seorang cowok di sebelahku, cowok itu terdiam lalu tersenyum padaku. Aku yang melihatnya bingung bercampur marah, kenapa ada orang asing di tempat tidurku.
“Selamat pagi, huah , , ,  cuacanya cerah sekali ya,”ucap cowok itu, ia mengangkat tangan sambil menggeliatkan tubuhnya, dan tiba-tiba di belakangnya terkepak sepasang sayap berwarna putih berkilauan yang sangat menakjubkan hingga aku tidak mampu berkata apapun.
“He, ,he  , , maaf, kamu kaget ya?”tanya cowok bersayap itu  sambil mengembalikan sayap megahnya ke posisi telungkup seperti semula dan dielusnya sayap itu dengan sayang.
“HUA , , , !!!! Kamu siapa sih? Setan  ya? apa makhluk jadi-jadian? Ibu …!! Tolong….. ada …..”ucapanku terpotong oleh bungkaman cowok bersayap itu.
“Kamu jangan teriak-teriak dong, aku bukan seperti yang kamu bilang tadi kok, aku adalah malaikat, aku ingin menemanimu, kamu sedang sedih kan?”
“Malaikat? Menemaniku? Apa kamu gila?”
“Tidak, hehe. Eh Ini sudah jam enam lebih, apa kamu tidak sekolah?”
“Inikan hari Minggu.”ucapku malas.
“Oh ya? Coba  lihat tanggal hari di HP-mu. Ini kan hari Senin.”ucap cowok bersayap aneh itu sambil tersenyum manis.
“Apa , ,! Mana  mungkin, masak aku tidur 35 jam sih. Kenapa  semuanya jadi aneh gini sih. Aku  mau mandi dulu, jangan kemana-mana, nanti ibuku bisa pingsan kalau lihat kamu.”ucapku sambil menyambar handuk biruku, cowok bersayap itu hanya terdiam sambil menatap boneka lumba-lumbaku yang acak-acakan.
Lima belas menit aku mandi dan ganti baju di kamar mandi. Setelah selesai aku segera kembali ke kamarku untuk menyiapkan buku dan memakai sepatu.
“Kamu sekolah hanya berpenampilan seperti ini?”tanya cowok bersayap.
“Iya, emang ada yang salah?”
“Tidak, hanya saja kamu terlalu pas-pasan. Mana ada cowok yang suka sama kamu kalau kamu awut-awutan seperti ini.”ucap cowok bersayap dengan raut wajah tanpa dosa. Mendengar itu aku langsung mendekatinya dan menonjok pundaknya pelan.
“Ya pasti adalah, daripada kamu cowok bersayap, semua orang pasti takut duluan sebelum melihat ketampananmu.”ucapku meledek.
“Hehe, hanya kamu yang bisa melihat sayapku ini, karena kamu adalah orang pertama yang melihatku di dunia ini.”ujarnya sambil tersenyum dan mengepak-epakkan sayapnya pelan.
“Loh, kok gitu, kenapa kamu tidak bilang dari tadi, terus kalau ada seseorang yang mendekatimu dan menabrak sayapmu bagaimana?”
“Mereka tidak akan merasakan keberadaan sayapku, karena mereka juga tidak dapat melihatnya. Hanya kamu yang bisa melihat dan merasakan keberadaan sayapku yang cantik ini,”ucapnya sambil tersenyum menatapku. Dia terlihat sangat tampan, tinggi, putih dan senyumnya sangat menawan orang di sekitarnya, atau lebih tepatnya aku. Aku merasa sangat dekat dengannya, ia sangat mirip dengan seseorang yang aku kenal, tetapi otakku sedang tidak ingin mencari siapa orang yang mirip dengan cowok bersayap ini.
“Oh ya, nama kamu siapa? Malaikat juga mempunyai nama kan?”
“Namaku A’dn. Umurku 1500 tahun malaikat, aku termasuk malaikat bersayap putih dan sayap ini adalah hal terpenting dalam hidupku. Oh iya, nama kamu Nisa kan?”
“Kayak burung aja, hal yang terpenting dalam hidupnya adalah sayap, hehe. Darimana kamu tahu namaku? Wah, kamu tua sekali ya, tapi kenapa wajahmu seperti seorang cowok berumur sembilan belas tahun. Andai saja aku punya sayap seperti kamu, pasti aku bisa ke sekolah dengan terbang memakai sayap seperti itu.”
“Ngomong-ngomong sekolah, ini sudah jam tujuh , apa kamu nggak telat?”
“Oh iya, aku sampai lupa. Gara-gara kamu sih, aku berangkat dulu ya, assalamualaikum.”ucapku sambil membuka pintu kamar.
“Eh, aku ikut.”ujar A’dn sambil berjalan menghampiriku.

                                      OOOOOO

 Aku mengomel di sepanjang jalan menuju sekolah, karena dengan gampangnya A’dn  mengubah jubah putihnya menjadi seragam resmi sekolahku. Ia membawa tas punggung dan  menyemprotkan minyak wangi yang entah dari mana asalnya,  rambut lurusnya yang biasa pun diubah menjadi  pendek  model berdiri, dan aku akui dia memiliki style yang sangat keren.
“Sudah puas kamu jadi pusat perhatian kaum hawa di jalan tadi?”celetukku.
“Nggak juga, aku kan nggak bermaksud seperti itu.”ucapnya sambil cengar-cengir.
 Tiba di sekolah, A’dn menggemparkan sekolahku dengan pesonanya yang menawan tetapi sedikit bloon. Setiap dia berpapasan dengan yang lain, dia selalu memasang senyumnya yang membuatku mual. Namun, siswa dan guru wanita di sekolahku beranggapan lain, menurut mereka A’dn sangat ramah, sopan, dan yang lebih penting bagi mereka adalah ,  , , TAMPAN.
“Adn, lebih baik kamu jangan mendekatiku. Aku tidak mau melihat senyummu yang lebay itu.”
“Loh, kenapa gitu Nis?  Ehm , , aku nggak lebay kok, ”ucap Adn sambil menunjuk kerumunan siswi putri yang berada di taman sekolah. Mereka semua memperhatikan A’dn sambil tersenyum dan melambaikan tangan pada A’dn.
Lajeng, kulo kedhah matur ‘POH’ ngoten?”teriakku tepat di telinga A’dn.
Nggeh, monggo.”balas A’dn dengan kekuatan yang sama
“Loh A’dn, kamu kok bisa bahasa jawa sih?”tanyaku heran.
“Ya bisalah, aku menguasai semua bahasa di muka bumi ini. Jadi, setiap kamu mau ngomong bahasa apapun, aku bisa ngerti, termasuk juga bahasa hewan, hihihi. . .”
“Hu,, , dasar, aku  ngomong pakek bahasa alien aja kalau gitu, gimana? Hahaha.”
So, gue harus suffle dance sambil bilang WOW gitu?”ujar A’dn tanpa beban.
“Silakan,”ucapku sambil mendorong A’dn agak ketengah dan menjauh dariku. A’dn berkerut kening dan menatapku dengan heran. Sedangkan aku tersenyum dan memasang isyarat agar dia melakukan suffle dance di depanku. Tiba-tiba terdengar musik mengalun dari laptop Arai yang disambungkan pada sound system kecil miliknya. Arai adalah teman sekelasku yang paling styles, dan kebetulan  dia berada didekatku sekarang. Tanpa aba-aba  A‘dn pun mulai menggerakkan kakinya. Aku menatap Arai dengan raut wajah bingung, tetapi ia malah tersenyum sambil menatapku dan A’dn bergantian. Semua anak yang melihat aksi A’dn langsung menghampirinya untuk melihat dia lebih dekat. A’dn menari dengan sangat lincah dan keren, sebagian siswa dan siswi maju di samping A’dn untuk menari bersamanya. Aku mulai muak melihat tingkahnya, dan ada penyesalan di hatiku karena menyuruh dia untuk suffle dance di depan umum, hingga aku lupa bahwa dia adalah malaikat.
“Hufh, aku nyesel nyuruh kamu suffle dance. Sudah, ayo ke kelas, jangan tebar pesona terus.”ujarku sambil menarik sayap Adn. Namun, bagi orang lain, aku terlihat seperti menarik tas punggung Adn.
“Eh Nisa, tunggu sebentar.”teriak seseorang memanggilku.
“Ada apa Arai?”tanyaku pada Arai.
“Coba kamu agak deketan sama teman cowokmu itu, aku pengen foto kalian berdua.”ujar Arai. Mendengar itu, A’dn langsung menarik tasku dan memasang tanda peace  sambil tersenyum, aku pun mencoba mengimbangi ke-narsis-annya dengan gaya yang sama.
“Sip, ok banget kalian. Makasihnya sob, namaku Arai”ucap Arai sambil menyodorkan tangan pada A’dn.
“Ok, sama-sama, aku A’dn.”ucap A’dn sambil menyambut tangan Arai sebagai tanda persahabatan.
                                                OOOOOO

“Anak-anak, beberapa hari ini kita kedatangan satu murid baru, dan kita belum sempat kenalan sama dia. Ehm , ,  dia bernama A’dn dan dia duduk di sebelah Nisa sekarang.”ucap bu Cinta sambil memasang senyum termanis untuk Adn. Adn yang melihatnya hanya balas tersenyum sambil berdiri dan menatap semua orang di dalam kelas, termasuk aku.
“Baiklah, sekarang kita mulai belajar, buka buku Bahasa Inggris kalian halaman 53. Nisa, kamu berbagi buku sama A’dn ya, dia belum memiliki buku sendiri.”ucap bu Cinta
“Ya, Bu,”ucapku malas, sedangkan Adn langsung mendekat dan melongok buku pelajaranku.
“Kamu beruntung banget bisa jadi manusia,”
“Udah, nggak usah ngomong. Konsen aja sama pelajaran, atau mulut kamu nanti aku sumpal pakai bulu yang aku cabut dari sayapmu.”
“Hi , , ,  Nisa jahat banget sih, serem.”
“Aku cabut nih,”ancamku sambil mencoba meraih sayap Adn,  namun A’dn malah membuka sayapnya yang megah itu, dan untuk kesekian kalinya aku menatap sayap itu dengan tatapan penuh makna.
“Nisa, dia siapa?”tanya A’dn sambil menatap seorang cewek yang duduk di bangku paling belakang  dengan tatapan tajam.
“Dia adalah , , , Maria.”ucapku  sambil menunduk dan pura-pura berkonsentrasi dengan buku pelajaran.
“Sepertinya dia bisa melihat sayapku.”ujar A’dn sambil terus menatap Maria yang juga menatap A’dn. Aku terkejut dan bingung dengan kata-kata A’dn. Namun aku mencoba bersikap biasa dan terus memperhatikan buku yang ada di hadapanku.
Bel pulang berbunyi, A’dn terus saja memperhatikan Maria. Aku yang ada di sampingnya pun tidak dianggapnya, akhirnya aku menjauh dari A’dn dan bergegas pulang ke rumah. Di sisi lain, A’dn mendekati Maria yang sedang duduk sendirian di bangku taman sekolah.
                                                          OOOOOO
“Hai Maria, selamat siang.”sapa A’dn ramah, tetapi Maria hanya mendongak sebentar dan menunduk lagi.
“Kamu bisa melihat sayapku kan? Karena itu kamu takut padaku.”ucap A’dn, dan Maria tetap terdiam.
“Maria, jangan takut padaku, aku tidak akan menyakitimu, tapi kamu yang akan menyakiti dirimu sendiri bila kamu terus tenggelam dalam perasaanmu yang suram itu.”
“Apa maksudmu?”Maria mulai membuka mulutnya.
“Aku tahu, kamu mempunyai sisi hati yang kelam. Kamu selalu menyendiri dan jauh dari semua orang, padahal kamu bisa lebih baik dari itu.”
“Aku tidak mengerti maksudmu.”
“Kamu tahu, kenapa kamu bisa melihat sayapku? Karena kamu sebentar lagi akan mati.”ucap A’dn datar, Maria yang mendengarnya terkejut hingga tak sanggup berkata apapun.
“Kamu sebentar lagi akan mati, jika kamu tidak dapat mengubah hidupmu yang penuh dengan rasa iri dan dendam itu. Kamu akan mati di tangan perasaanmu sendiri. Dengan kata lain ‘bunuh diri’. ”ucap A’dn lembut tetapi menusuk. Ia menatap Maria yang terdiam, terlihat guratan ketakutan dan kesedihan dalam dirinya.
  A’dn tiba-tiba ingat akan Nisa yang meninggalkannya, ia segera berbalik melangkah  untuk menyusul Nisa. Namun, langkah A’dn terhenti saat Maria tiba-tiba memeluk A’dn dari belakang, dengan air mata yang bercucuran.
“Aku takut, aku sangat takut. Aku tidak ingin terbunuh oleh perasaanku sendiri, tolong aku,,”ucap Maria penuh pedih, A’dn yang mendengarnya mulai berbalik menatap Maria dan mengelus rambut Maria dengan penuh kasih.
Pyarr . . . . .
A’dn dan Maria menoleh, menatapku yang berdiri kaku di belakang A’dn. Tanpa sengaja aku menjatuhkan mainan bola kaca pemberian dari A’dn. Bola kaca yang di dalamnya terdapat nuansa lumba-lumba dan pantai yang indah, kini pecah tak berbentuk. Aku segera menunduk dan membereskan pecahan mainan itu, tetapi di sisi lain perasaanku lebih hancur dari mainan itu. Terlihat A’dn bergegas mendekatiku dan menolongku membereskan pecahan bola kaca itu, tetapi aku segera berdiri, dan berlari menjauhinya. A’dn menatap Maria sejenak, dan Maria mengangguk tanda mengizinkan. A’dn berlari menyusulku, dan saat itu secara perlahan sayap A’dn menghilang dari mata Maria. Maria tidak dapat lagi melihat sayap kematian itu, ia tersenyum bahagia sambil mengucapkan  tanda syukur, ia segera  beranjak dari tempat ia berdiri untuk pulang ke rumah.
“Terimakasih Ya allah. A’dn, aku akan berusaha untuk menjadi manusia yang menikmati hidup, dan hariku esok akan menjadi lebih baik daripada hari ini. Aku berjanji padamu, malaikatku.”
Kuhapus air mataku yang mengalir di pipi sambil terus berlari, berusaha memungkiri sesuatu yang baru saja terjadi. Namun, tiba-tiba A’dn menarik tanganku dan menghadapkanku padanya.
“Nisa, kamu kenapa lari?”
“Kamu jahat A’dn, kamu bilang cuma aku yang bisa lihat sayapmu, tapi kenyataannya Maria juga bisa melihatnya dengan jelas. Setelah kamu bertemu Maria, menatapku pun kamu nggak mau. Kenapa semuanya Maria, kenapa bukan aku? Apa karena aku awut-awutan  dan.  .”ucapanku terpotong oleh A’dn
“Nisa, siapa yang bilang begitu, aku bisa jelasin , , “
“Udah cukup, aku benci kamu, jangan temui aku lagi!”ucapku sambil menghempaskan tangan A’dn. Aku berlari menjauhinya,  dan di sepanjang jalan aku menitikkan air mata untuk malaikat itu. Seorang malaikat pun tidak mampu mengerti perasaanku, oh my God.                
                                                OOOOO
Senja terlihat indah dengan burung gereja yang berterbangan di antara pepohonan yang rimbun, sang mentari dan awan membentuk warna jingga yang membuat hatiku lebih teduh dan damai saat ini, sedangkan angin yang berhembus membuat helai rambutku beterbangan bagaikan ombak  laut yang riang. Walau suasana ini hanya sejenak, tetapi ini sangat berharga bagiku. Menikmati maha karya Allah SWT yang indah tak tertandingi, membuatku tak henti memuja dan memuji diri-Nya.
Hari semakin gelap, lampu-lampu jalanan pun bersinar bak bintang yang terdampar di kelamnya malam. Setelah pertengkaranku dengan A’dn, aku merasa lebih pedih dan tersiksa. Meski hanya sebentar bertemu dengannya, tetapi hati ini terlanjur beradaptasi atas kehadirannya. Sekarang  ia berada di dekat Maria, bukan di dekatku lagi. Malam semakin larut, aku hanya terdiam di keheningan malam ditemani suara musik di radio kesayanganku, “Little Things” by One Direction. Aku mencoba memejamkan mataku yang sembab dan merah, sudah terlalu banyak mata ini berduka, dan kini kuingin mata ini terpejam untuk melepas gundah yang ada.
Aku merasakan ada seseorang yang membelai rambutku, aku pun segera membuka mata dan berharap itu adalah A’dn. Namun, semua sunyi dan dingin, tidak ada seorang pun di sini dan aku mulai menangis lagi.
“A’dn, maafkan aku, aku terlalu gegabah mengambil keputusan. Aku merindukanmu. . . “aku menangis dan terus berharap A’dn mendengar ucapanku. Namun aku terkejut saat sesuatu jatuh ke pangkuanku, tanpa ada seorang pun yang melempar atau pun menaruhnya.
“Mainan ini, kenapa bisa di sini, bukannya ini sudah pecah saat di sekolah tadi, dan apa ini? Surat.”ujarku sendiri. Aku membuka surat berwarna putih itu, terdapat sebuah fotoku dan A’dn saat kami berada di taman sekolah. Kami berdua terlihat bahagia, dengan memasang senyum yang cerah, kami saling memasang simbol perdamaian dengan tangan kami. Aku mulai menitikkan kembali air mataku dam mulai membaca secarik kertas yang mendampingi foto itu.













Nisa, maafkan aku. Aku tidak dapat menemanimu lagi, karena kamu telah mengucapkan sesuatu yang membuatku tidak dapat bersamamu lagi. Namun tenanglah, aku masih bisa melihatmu dari sini untuk sementara waktu. Sebentar  lagi ingatanku akan menghilang, aku tidak dapat mengenal, mengingat, dan melihatmu lagi.
          Kamu harus tahu Nisa, temanmu Maria dapat melihat sayapku karena dia adalah seseorang yang akan mati karena bunuh diri. Orang seperti dia dapat melihat sayapku, dan aku sebagai malaikat pelindung, diwajibkan untuk melindunginya  dari dosa terbesar itu. Kuharap kamu dapat merubah sikapmu yang selalu mengambil kesimpulan tanpa melihat semuanya secara objektif. Malaikat pun tidak akan bisa mengerti dirimu, jika kamu tetap mengandalkan emosi dan nafsumu. Biarkan kesabaran dan hati nurani yang membimbingmu menjadi orang yang lebih baik ,  aku mohon pikirkanlah. Kamu  akan lebih banyak kehilangan orang-orang yang kamu sayang jika kamu tetap bersikap seperti sekarang.
Sampai bertemu lagi, di lain waktu dan tempat.

A’dn

 

















“A’dn, , , hikz , , hikz , ,  maafkan aku,, , , maafkan aku  , , , hikz, , sifatku memang membuat semuanya menjauh dan hilang. Aku memang kekanak-kanakan, aku akan berusaha berubah A’dn , , malaikatku kembalilah hikz , , .”
Air mataku terus mengalir, telaga mataku seakan tidak habis untuk menyesali sifat burukku. Aku menyisihkan mainan bola kaca, foto, serta surat A’dn dan mencoba berbaring untuk terlelap dan bertemu A’dn dalam pelabuhan mimpi kami.

                                      OOOOOO

“Nisa . .  bangun . .  jangan tidur terus, ini sudah jam sepuluh, ayo bangun.”teriak ibuku sambil mengetuk pintu, aku yang terkejut langsung melonjak dan terbangun dari tidur. Aku terdiam sejenak sambil mengucek-ucek mataku. Hingga akhirnya aku tersadar dan berteriak sekencang kencangnya.
Oh may no!!  Ternyata  semua yang terjadi padaku cuma mimpi. Dari ketemu A’dn, sampai dia pergi, semuanya cuma mimpi, ya Allah…..”
“Dasar anak ini, bukannya  cepet buka pintu, malah ngomong yang aneh-aneh. ibu buka pintunya nih, satu, dua, tiga”
Krekk . .. . .
Terlihat ibu dan seorang cowok di belakangnya, aku yang masih dalam keadaan bingung dan galau terus  saja mengucek-ucek mata berharap A’dn bukan sebatas malaikat dalam mimpiku. Sedangkan dua orang yang ada di tengah pintu sedang tertegun melihat keadaan kamarku yang seribu persen berantakan.
“Hua . . . . .  ibu kenapa masuk kamarku . . . . .  kenapa Ilyas ada di sini juga , ,  , IBU !!!”teriakku. Aku  langsung bangun dari tempat tidurku dan mengusir dua manusia yang paling berharga  dalam hidupku dari kamarku.
“Eh, eh, kok ibu di dorong-dorong sih, Nisa jangan gitu dong.”
“Udah, ibu sama Ilyas keluar sana, kamarku itu kayak kapal pecah. Kan kemarin udah Nisa bilangin, jangan masuk kamar Nisa, AWAS!! Lha sekarang kok malah masuk , ngajak Ilyas lagi.”ujarku sambil bergegas menutu pintu kamar dan menutupnya. Namun, Ilyas mencegahnya dan mendongakkan kepalanya ke dalam kamar untuk menatapku.
“Butuh bantuan untuk membereskan kamar?  Sekalian aku mau ngejelasin masalah kemarin di sekolah. Oh iya, aku bawa mainan bola kaca lucu loh buat kamu, di dalamnya ada lumba-lumba favorit kamu, nuansa pantainya juga indah. Lihat, jika dikocok-kocok seperti ini, pasir dan airnya bergerak-gerak, lucu kan?  Aku  beli ini dari hasil keringatku sendiri loh, aku kerja di toko kue depan sekolah kita Nisa. Aku juga bawa foto narsis kita sama teman-teman waktu di taman sekolah minggu kemarin, tapi yang ini kita cuma foto berdua, ingatkan? Waktu kita foto, kita malah diledekin sama teman-teman.”ucap Ilyas panjang lebar, Aku terkejut melihat mainan dan foto yang dibawa oleh Ilyas. Persis seperti benda di mimpiku, dan aku tambah tersentak saat menatap wajah Ilyas yang tersenyum padaku. Ilyas sangat mirip dengan A’dn, hanya saja A’dn berkulit putih dan bersayap, sedangkan Ilyas berkulit cokelat dan dia manusai biasa, tanpa sayap.
“Loh, kok bengong Nis, ada apa?”tanya Ilyas.
“Tidak ada apa-apa, aku senang kamu di sini Ilyas. Mohon bantuannya ya, untuk membereskan kamar ini, aku juga minta maaf sudah gegabah mengambil keputusan, aku juga suka asal ceplos ngomongnya sama kamu, sama yang lain juga.”ucapku sambil tersenyum.
“Ya sama-sama Nis. Aku maafin kamu, dan kamu juga harus maafin aku. Hemz, kita nggak jadi putus kan? Ehem  , , “ujar Ilyas sambil memasuki kamarku.
“Hemz , ,  gimana ya, kamu pengen tahu aja, atau pengen tahu banget, hahaha , , .”
“Hu dasar kamu nih, masih aja suka jail. Ehem, kayaknya barang-barang yang berantakan ini adalah barang pemberianku semua ya.”ujar Ilyas sambil berkacak pinggang
“He he, maaf deh, habis aku sebel sih sama kamu. Aku kemarin itu kayak orang stres tauk, mikirin kamu, tanya aja sama ibu kalau nggak percaya.”
“He he, sampek segitunya. Yadah, yuk diberesin semuanya sekarang, sekalian aku taruh mainan dan foto ini di meja belajar kamu ya? Biar kamu inget aku terus, hihihi , , .”
“Iya,”balasku sambil tersenyum manis pada Ilyas.
 Ilyas menatapku dan mengacak-acak rambutku dengan gemas. Aku sangat bahagia berada di sisi orang yang menyayangiku, dan aku sayangi. Aku  akan berusaha merubah sikapku yang dapat membuat orang-orang yang aku sayangi terluka. Memang tidak mudah untuk melakukannya, namun aku akan berusaha dan meminta bantuan orang-orang yang ada di sekitarku. Cinta tidak butuh akan kita, namun kita yang membutuhkan cinta dalam hidup kita. Indahnya hidup akan kita rasakan jika kita mampu menjadi yang lebih baik guys.
See you,     ^_^


                                                               SELESAI

Tulungagung, Februari 2013