Tangan
mungil itu meraba. Tangan indah itu mencoba menyelami sebuah bunga. Bunga mawar
merah yang sangat berbahaya untuknya. Namun, ia tetap dengan suka cita memberi
cahaya pada bunga itu. Sebuah siraman dan satu sekop pupuk kandang ia tuangkan
padanya. Aku hanya dapat tersenyum dan menghampiri wanita itu.
“Selamat pagi, nona.”
“Selamat pagi, Dani. Apa kabarmu
hari ini?”ucapnya sembari tersenyum padaku.
“Kabar baik, nona. Maaf, hari ini
nona belum sarapan. Silakan menuju ruang makan, karena ibu saya sudah
menyiapkan makanan untuk nona.”
“Dani, aku tidak mau sarapan.
Hari ini kan hari libur. Aku ingin di sini lebih lama untuk merawat bunga-bungaku.”ucap
nona Nica, dan aku tersenyum.
“Dani, bisakah kau membantuku untuk
menyiram dan memberi pupuk bunga-bungaku yang indah ini?”ucap nona Nica dengan
riang.
“Tentu, nona. Tentu.”
Aku
adalah anak dari pembantu satu-satunya di rumah ini. Sejak umur sepuluh tahun aku tinggal di rumah ini bersama ibuku.
Tugasku di sini adalah menemani dan melindungi nona tunggal di rumah ini, nona
Nica. Berkat kebaikan orang tua nona Nica, aku dan nona Nica di sekolahkan di
SMA yang sama. Janjiku pada diriku sendiri. aku akan segenap hati menjalani
semua ini dengan satu kata yaitu, tulus.
QQQQQ
Saat
aku memasuki kelas bersama nona Nica semua siswa terlihat gaduh dan
berbisik-bisik ria. Setelah aku mendudukkan nona Nica di sebelah sahabatnya,
Bella, aku segera duduk di tempatku. Sejenak kupandang nona Nica dan Bella
secara bergantian. Mereka terlihat asik dengan percakapan mereka. Segera
kuaktifkan perekam microku yang aku tempel di seragam nona Nica, dan
kudengarkan percakapan mereka melalui headset kesayanganku.
“Nica, aku sangat senang hari
ini. Pagi ini aku tidak sengaja bertabrakan dengan seorang yang sangat tampan
dan menawan, dia seperti malaikat. Aku sampai ternganga melihatnya. Saat dia
tersenyum, dia sangat manis dan imut. Ya ampun, aku terasa meleleh dibuatnya.
Mungkin dia murid baru yang akan masuk di kelas kita. Lihat saja nanti, dia
sama tampannya dengan Dani loh.”cerita Bella panjang lebar.
“Benarkah? Ya, mungkin kamu akan
bertemu dengan dia lagi nanti.”ucap Nica sembari tersenyum.
Kumatikan
perekam microku dan kumasukkan headsetku ke dalam tas. Pikiranku melayang,
kesal dan sedih bercampur dalam benakku. Namun, aku segera fokus pada kelas saat seorang guru datang.
“Selamat pagi, anak-anak. Hari
ini kita kedatangan murid baru. Silakan perkenalkan diri kamu.”
Terlihat
murid baru itu tersenyum dan memandang seluruh ruang kelas.
“Hai, namaku Deny. Aku pindahan
dari kota Surabaya. Aku belum kenal siapapun di sini. Jadi, aku mohon uluran
tangan kalian untuk berteman denganku.”
Seluruh
siswa putri tersenyum dan mulai berbisik-bisik, kecuali nona Nica. Terlihat
Bella sangat bahagia dan menepuk nepuk pundak nona Nica tanpa alasan.
“Baiklah. Deny kamu duduk di
sebelah sana. Ya, di dekat Dani.”ucap pak Agas, guru Biologi kami.
“Wah, dua cowok ganteng di kelas
kita duduk dalam satu bangku.”ujar Bella sembari tersenyum. Aku terdiam
mendengar ucapan Bella. Namun, Deny dengan senyum manisnya memandangi Bella
yang salah tingkah.
Aku dan
Deny berjabat tangan dan memulai sebuah pertemanan. Seluruh siswi terlihat sangat
iri padaku. Namun, aku terlihat biasa dengan itu semua dan mulai fokus dengan
pelajaran yang ada.
QQQQQ
Angin
berhembus dengan manis, tanpa penuh amarah untuk merobohkan bunga itu, dan
tidak bermaksud untuk bersikap dingin pada bunga itu. Cukup membuat bunga itu
tersenyum dan menari anggun di dalamnya sudah membuat angin dan bunga itu
bersatu. Terlihat nona Nica duduk di bangku taman di sisi sebuah tiang lampu
yang tegar. Dengan tenang kudekati dia dan kupandang dia lekat-lekat.
“Kaukah, Dani?”
“Ya, nona. Ini aku.”
“Duduklah. Malam ini angin
berhembus sangat mesra pada bunga-bungaku. Iya kan?”
“Iya, nona. Tapi tidakkah nona
merasa dingin? Mari aku antar menuju rumah.”
“Tidak, Dani. Aku ingin di sini
lebih lama. Oh iya, Dani. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?”
“Silakan, nona.”
“Bagaimana rasanya cinta
pandangan pertama? Apakah seindah perasaan Bella pada Deny saat ini? Ataukah
bisa lebih dari itu? Ceritakanlah padaku.”
“Mengapa nona bertanya tentang
itu?”
“Aku tidak bisa melihat. Wajar
kan jika aku bertanya tentang hal itu. Aku buta, dan aku tidak bisa melihat,
tidak bisa memandang. Lalu bagaimana bisa aku merasakan cinta pandangan
pertama. Haha. Itu sangatlah lucu.”
“Nona, bukan mata yang membuat
cinta itu tumbuh, juga bukan mata yang
membuat kita merasa bahagia. . . “
“Tapi mata membuat hidup kita
lebih berwarna. Dapat melihat warna putih, hijau, merah, kuning, dan masih
banyak lagi. Bukan hanya warna hitam yang terus kita pandang. Bukan warna hitam
yang terus kita selami.”
“Nona , ,”
“Kamu tau, Dan. Aku sangat ingin melihat
pelangi. Bagaimana bentuknya, dan apa saja warna di dalamnya. Pasti sangat
indah. Aku juga ingin merasakan cinta pandangan pertama, seperti saat Bella
melihatmu dulu, atau saat Bella melihat Deny sekarang.”
Hatiku
teriris, angin di sekitarku terasa begitu dingin hingga aku tak tahan lagi
mendengar jeritnya. Kupeluk tubuh nona Nica dengan erat, dan dia terdiam.
“Jangan sembunyi, jangan sok
tegar untuk diam dan tersenyum, Nica. Menangislah, tak apa jika kamu iri pada
mereka. Tak apa jika kamu menginginkan seperti mereka. Jangan membekukan hatimu
seperti ini, karena aku ada di sini untukmu.”
Nona
Nica mulai menangis. Menitikkan air mata yang begitu berat untuk kelopak
matanya. Aku menepuk punggungnya pelan, dan ia semakin membulatkan perasaannya.
“Kenapa kamu mau menjagaku, Dan.
Kenapa tujuh tahun ini kamu selalu ada di sisiku. Bella bilang kamu sangat
tampan dan pantas dicintai oleh banyak cewek. Tapi kenapa kamu malah
mendampingi cewek buta kayak aku.”
“Karena aku telah merasakan cinta
pandangan pertamaku.”
“Apa maksudmu?”
“Sejak kita berumur sepuluh
tahun, aku sudah menemukan cinta pandangan pertamaku padamu, dan itu takkan
bisa digantikan oleh siapapun. Nica, aku menyayangimu, aku mencintaimu.”
“Tidak, kamu berbohong karena kamu
kasihan sama aku. Iyakan?”
“Dengarkan aku. Bagiku,cinta pada
pandangan pertama itu bukan untuk mata, tapi untuk hati. Kamu tahu, banyak
orang yang dapat melihat lebih menginginkan teori CINTA ITU BUTA, daripada
mengikuti teori CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA. Karena mereka merasa benar, saat
kita buta, maka hati dan pikiran kita yang akan bergerak. Bukan mata yang
sering memberi kefanaan pada kita.”
Nona
Nica terdiam. Tangisnya berhenti dan mulai menggenggam lenganku erat.
“Jangan pergi. Tetaplah bersamaku.
Di sisiku seperti saat ini, Dan.”
Kupeluk
tubuh mungil itu. Kuusap rambut lurusnya, dan kupandang satu bintang terang
yang menemani kami saat ini.
“Nona Nica, aku sangat
mencintaimu. Aku akan selalu bersamamu. Percayalah,”
“Jangan memanggilku nona, aku
tidak suka. Aku lebih suka kamu memanggilku dengan sapaan Nica saja, seperti
tadi.”
“Haha, baiklah, aku akan
memanggilmu Nica, tapi saat tak ada siapapun selain kita.”
“Oke.” Ucapnya sembari tersenyum.
Terdengar
suara lonceng tertiup angin. Suaranya penuh dengan keceriaan, tetapi cukup
menakutkan jika benar benar dirasakan. Aku dan nona Nica segera menuju rumah
saat rintik hujan mulai turun dari langit. Kini bintang tak terlihat lagi.
Namun, bintang yang sebenarnya selalu ada di sini, di hatiku.
SELESAI
Tulungagung, April 2013
Cerita dan kejadian di dalam cerita ini hanyalah fiktif
belaka. Jika ada salah kata dan pengetikan saya minta maaf. Terima kasih telah
membaca. Nur Asiyah.