Malam ini, hatiku tidak karuan.
Tahu kenapa? Lima cowok terkeren di kelasku menampilkan sebuah lagu favoritku
di pentas seni jurusan. Aku tidak tahu apakah itu sengaja atau tidak, yang pasti
semua orang yang ada di sekitar panggung malam itu sangat antusias.
“Better than words,”aku bergumam.
Dengan gaya cool mereka masing masing, mereka menunjukkan sesuatu yang berbeda
dari biasanya. Mereka menyanyikan lagu terbaru One Direction yaitu Better Than
Words. Sungguh tidak kusangka, hal seperti ini akan terjadi. Di intro lagu,
mereka berjalan beberapa langkah ke depan dengan gaya yang luar biasa
mengesankan, bahkan para adik dan kakak angkatan wanita mendominasi sorakan
yang ada.
Kelima cowok itu adalah Fery,
Jeremi, Luky, Deni, dan Ari. Dengan urutan seperti itu pula mereka beraksi.
Fery, Luky dan Ari berada di barisan depan. Sedangkan Jeremi dan Deni di
barisan belakang. Mereka menerapkan formasi selang-seling agar semua dapat
terlihat dari depan.
Fery memakai celana jins biru berujung
runcing dan kaos hijau muda dengan topi keren berwarna ungu, Fery sangat cocok
menggunakan pakaian itu. perawakan yang tinggi kurus tetapi tegap membuatnya
terlihat gentleman. kulitnya yang
putih bersih membuat dia semakin digandrungi para gadis dan rambutnya yang ikal
pendek tertata rapi berbalut topi yang membuatnya semakin tampan..
Jeremi memakai celana jins
abu-abu berujung runcing dan kemeja berwarna ungu kotak-kotak. Tubuh tinggi
kurusnya sangat cocok menggunakan celana dan kemeja yang dibubuhi style korea, spesifiknya adalah gaya Lee
Min Ho. Jeremi memiliki potongan rambut lurus rapi mirip dengan Lee Min Ho di
film The Heirs. Dia adalah penggemar berat Lee Min Ho. Jika ia ditanya siapa
Lee Min Ho itu, pasti dia menjawab Lee Min Ho adalah kakaknya, meski warna
kulitnya berbeda dengan kakaknya. Jeremi memiliki kulit sawo matang yang
menurutku cukup menarik gadis-gadis yang ada di kampus. Namun, meskipun Jeremi
mengagumi Lee Min Ho dia bukanlah tipe cowok yang alay. Bahkan dia terlihat
sangat memukau dan gentleman.
Luky memakai celana jins biru
biasa dan jemper kuning bergambar tengkorak. Luky adalah cowok yang
menakjubkan. Selain wajahnya yang mulus dan warna kulit yang indah yaitu,
kuning langsat, dia juga menguasai panggung akademik di jurusanku. Dia adalah
cowok terpandai di angkatanku. Jangan berpikir bahwa cowok pandai akan terlihat
cupu dan menyebalkan, karena Luky telah membuktikan bahwa dia dapat masuk dalam
kategori cowok keren di kampusnya. Dia memiliki perawakan tinggi dan tubuh
sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. Dengan rambut pendek berdiri di kepalanya
dapat menambah kerupawanan cowok itu.
Deni memakai jins biru berujung runcing dan
jemper biru bertuliskan angka 13. Dia memiliki perawakan tinggi dan tubuh yang
sedang. Dengan kulitnya yang sawo matang dan potongan rambut lurus rapi ia
terlihat begitu mempesona. Deni adalah satu-satunya cowok yang berkacamata di
atas panggung saat ini. Namun, meski dia memakai kacamata minus berwarna
cokelat, hal itu tidak mengurangi kegantengannya.
Terakhir, seseorang yang
membuatku terperangah yaitu, Ari. Dia memakai jins abu-abu berujung runcing
dengan kemeja merah kotak-kotak kesayangannya. Dia berperawakan tinggi kurus.
Dengan kulit kuning langsat dan potongan rambut mohak (pendek berdiri) dia
terlihat cool. Dia adalah cinta masa laluku, sahabat masa laluku, dan teman
biasaku saat ini. Jangan berpikiran cinta masa lalu adalah pacaran. Jika
berpikir seperti itu, maka kamu salah besar. Aku mencintainya secara sembunyi-sembunyi.
Bahkan, sampai sekarang dia mungkin tidak mengetahuinya.
Kebetulan sepatu kelima cowok itu
sama yaitu kets bergaris putih dan hanya warna dominan yang membedakan. Sepatu
Fery berwarna hijau, Jeremi berwarna ungu, Luky berwarna abu-abu, Deni berwarna
biru, dan Ari berwarna merah.
Better
than words
But more than a feeling (ow)
Crazy in love
Dancing on the ceiling
But more than a feeling (ow)
Crazy in love
Dancing on the ceiling
Semua bersorak. Luky dengan penuh
percaya diri melantunkan bait pertama lagu itu. dengan ciri khasnya yang suka
berlaga dengan tangan di dagu ia memandang seorang di sebelahku sambil
tersenyum. Dara, ya dia yang dipandang oleh Luky. Dara adalah sahabatku, dan
Luky menyukainya sejak semester dua. Setelah ia menunjuk Dara, ia langsung
berbalik untuk melangkah beberapa langkah dan berhenti di panggung bagian belakang
sebelah kiri.
Every
time we touch
I'm all shook up
You make me wanna...
How deep is your love
God only knows, baby
I'm all shook up
You make me wanna...
How deep is your love
God only knows, baby
Giliran Fery yang bernyanyi
menggantikan Luky. Dia pun tidak kalah mempesonanya. Dia mengerlingkan mata
pada Farah sang wakil ketua kelas. Farah yang digoda pun hanya tertunduk malu.
Fery pun berbalik dan menempati panggung bagian belakang sebelah kanan. Mereka pun membentuk segi tiga dengan Deni
sebagai ujung tombaknya.
Woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love, no
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
I can't explain your love, no
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love, no
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
I can't explain your love, no
It's
better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Better than words
Dengan kolaborasi yang bagus dan
tarian yang ringan mereka berlima dapat menghipnotis semua yang ada di tempat
itu. Aku lumayan terpaku. Hingga kusadari sedari tadi Ari menatapku. Formasi
kembali berubah. Deni berada di tengah, Jeremi dan Fery di bagian kanan depan
dan belakang. Sedangkan Ari di sisi kiri depan dan Luky sisi kiri bagian
belakang. Fery dan Luky menghadap kearah penonton di sisi kanan dan kiri, sedangkan Jeremi, Ari dan
Deni melihat lurus ke arah depan.
Better
than words
You drive me crazy
Someone like you
Always be my baby
You drive me crazy
Someone like you
Always be my baby
Jeremi tertawa pelan sembari
menunjukkan deretan giginya yang rapi dan berseri. Hana yang mendapat tawa
hangat itu pun ikut tertawa dan menepuk-nepuk pundak Nara yang ada di sampingnya.
Best I
ever had
Hips don't lie
You make me wanna sss
One more night
Irreplaceable (yeah), crazy, we're crazy
Hips don't lie
You make me wanna sss
One more night
Irreplaceable (yeah), crazy, we're crazy
Kini berganti Ari yang
melantunkan lagu itu dengan penuh keangkuhan dan percaya diri. Jujur saja dia
terlihat sangat menawan. Namun, hati ini tak menginginkan dia merajai segala
perasaanku lagi. Dia terus saja menatapku, hingga aku sedikit canggung kepada
Lidya yang terus mengamatiku dan Ari bergantian.
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love (there's no way I can explain your love), no
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
I can't explain your love, no
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love (there's no way I can explain your love), no
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
I can't explain your love, no
Dengan cekatan kelima cowok itu
melantunkan lagu One Direction itu. Aku pun
mulai berimajinasi ngalor ngidul. Fery dalah Harry, Jeremi adalah Louis, Deni
adalah Liam, Ari adalah Zayn, dan Luky adalah Niall. Tiba-tiba kelima cowok itu
berkumpul dan membentuk lingkaran. Mereka menatap sekeliling dengan senyum.
Deni pun dengan pelan tetapi menyenangkan melantunkan bait lagu. Kelima cowok
itu mulai menghampiri seseorang untuk diajak menikmati suasana bersama mereka.
Fery menawarkan tangannya pada Farah, Luky menawarkan tangannya pada Dara,
Jeremi menggenggam tangan Hana dengan hangat. Deni tiba-tiba tersenyum padaku
dan merenggut tanganku yang tadinya saling terpaut dengan tanganku yang lain.
Terlihat Ari terkejut dengan tindakan Deni. Aku hanya menunduk dan bingung.
Sedangkan Ari langsung menggamit tangan Lidya untuk bersamanya.
Everyone
tries (they try)
To see what it feels like (feels like)
But they'll never be right
'Cause it's better, it's better, it's better
To see what it feels like (feels like)
But they'll never be right
'Cause it's better, it's better, it's better
Dua pasangan berada di atas
panggung. Sedangkan tiga pasangan yang lain memainkan perannya di bawah
panggung. Dua pasang itu termasuk aku.
Kulihat Ari dan Lidya saling melempar senyuman. Sedangkan Deni membisikkan
sesuatu padaku.
“Maaf melibatkanmu dalam hal ini.
Aku benar-benar tidak memiliki seseorang yang istimewa di sini dan orang yang
mendekati keinginanku adalah kamu. Aku
yakin kamu nggak akan salah paham.”
“Tapi aku tidak mengerti semua
ini, Den. Lihatlah Ari dan yang lainnya.”
Ooh oh
ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
One more time
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Better than words
Yeah
One more time
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Better than words
Yeah
Deni mulai melihat teman-temannya. Jeremi bersimpuh lutut di depan Hana, Luky
merangkul bahu Dara, Fery meletakkan genggaman tangan Farah di dada lelaki itu
dan Ari menggenggam tangan Lidya sembari memandang Lidya dengan penuh
kehangatan..
Ah, woo
I don't know how else to sum it up (I don't know)
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love, no
I don't know how else to sum it up (I don't know)
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love, no
“Aku juga bisa seperti mereka.”
“Jangan asal ngomong, Den. Semua
temenmu menarik tangan orang yang mereka sayangi. Aku sama kamu nggak ada
hubungannya.”
“Iya, aku tahu, dan aku juga tahu
Ari sebenarnya ingin menarikmu.”
“Jangan tambah ngaco, aku mau
turun.”
Aku mengerti bahwa Deni adalah
sahabat karib Ari. Namun, aku tidak akan termakan tipuan Deni. Kulepaskan
tangan Deni dengan lembut dan kutuju tangga untuk menuruni panggung. Kebetulan
tangga untuk turun dari panggung ada di belakang Ari dan Lidya. Dengan
hati-hati kutata perasaanku agar tidak hancur saat melewati sepasang manusia
yang sedang berbunga itu. Namun, di luar
dugaanku. Tiba-tiba Ari meraih tanganku. Dengan perasaan gugup dan bingung
kutatap Ari. Di sisi lain tangannya yang lain masih terpaut dengan Lidya. Lidya
pun tidak kalah bingung denganku.
Aku mencoba melepaskan genggaman
tangan Ari dari tanganku. Namun, ia malah memperkuatnya dan tersenyum licik
padaku. Perlahan dia melepaskan genggaman tangannya pada Lidya. Aku tidak
mengerti apa yang Ari inginkan. Serasa aku ingin berlari dan meninggalkan
panggung itu. Namun, kepalaku serasa berputar dan tubuhku lemas seketika.
Sunggung tak kusangka di saat seperti ini vertigoku kambuh. Aku takut sekaligus
bingung. Tiba-tiba Ari menarik tanganku dan membiarkanku jatuh dalam
pelukannya.
Kutenggelamkan wajahku dalam bahu
Ari yang hangat. Dari sudut mataku kulihat Deni menghampiri Lidya yang sedih dan
meraih tangannya. Mereka bergandengan tangan sembari tersenyum.
“Apa kamu gila? Kenapa mau saja
ditarik oleh Deni.”
“Bukan urusanmu.”
“Bagaimana bisa bukan urusanku.
Kau adalah milikku.”
“Jangan mulai ngaco kalau
ngomong.”
“Aku bersungguh-sungguh.
Bagaimana bisa vertigomu kumat di saat seperti ini.”
“Jangan ikut campur.”
“Pada akhirnya aku harus ikut
campur. Aku menangkapmu sebelum kau jatuh dan semakin kacau.”
“Jangan mulai memanggilku dengan
KAU.”
Ari tidak menghiraukan aku hingga
lagu terus berjalan. Tiba-tiba Ari melepas pelukannya.
“Bertahanlah sebentar saja untuk
penutupan.”
Ah, woo
I don't know how else to sum it up (sum it up)
'Cause words ain't good enough, ow (the words ain't good enough)
I can't explain your love, no
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
I don't know how else to sum it up (sum it up)
'Cause words ain't good enough, ow (the words ain't good enough)
I can't explain your love, no
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Aku hanya terdiam. Hingga Ari
bersimpuh lutut di hadapanku. Seseorang melemparka mawar putih kepadanya.
Dengan cekatan ia menangkapnya dan menatapku penuh kehangatan. Sekali lagi aku
disengat listrik cinta olehnya. Hatiku benar-benar kacau. Dia dengan wajah tanpa
dosa mempermainkanku. Sedangkan hatiku sudah jungkir balik hanya dengan
dipandangnya saja. Di akhir lagu semua cowok memberikan bunga kepada si cewek.
Semua mendapatkan bunga mawar warna merah, hanya aku yang mendapatkan bunga
mawar putih dari Ari.
Semua bertepuk tangan. Aku hanya
tersenyum memandang sekeliling hingga Ari tanpa meminta izin meraih tubuhku dan
digendongnya. Aku ingin berontak, tetapi aku juga tahu bahwa kakiku tidak
mungkin berjalan seperti biasa. Akhirnya aku menggenggam kemeja Ari untuk
menenangkan diriku sendiri. Ari tidak menurunkanku di tempat kerumunan
penonton. Dia membawaku di bangku paling jauh dari panggung dan menurunkanku di
sana.
“Kenapa kamu memberiku bunga
mawar putih?”
“Karena kita teman.”
“Bagus, karena kita teman.”
Aku segera beranjak. Dengan
langkah limbung aku ingin menjauhi virus itu untuk selamanya. Namun, baru
beberapa langkah kepalaku mulai berputar lagi. Ari langsung berlari dan
menangkapku.
“Dasar bodoh. Sudah aku bilang
jangan jauh-jauh dariku. Masih saja kau mencoba pergi dariku.”
“Jangan sok perhatian. Kita cuma
teman biasa.”
“Kau yang memintanya. Dulu kau
bilang hanya akan menjadi teman biasa. Aku menurutinya, lalu kenapa kau seperti
ini.”
Aku terdiam, hanya dapat terdiam
dan menahan air mataku yang hampir mengucur.
“Kau masih ingat?”
Tanpa sadar aku memanggil Ari
dengan sebutan kau. aku sangat sering menghina Ari saat memanggilku dengan
sebutan kau, tapi kini aku tidak berkutik.
“Bagaimana aku bisa lupa. Aku
sudah katakan berulang kali aku tidak mencintai siapapun. Karena aku memang
tidak ingin menyakiti wanita lagi dengan kekurangan dan kejahatanku.”
Aku terdiam. Masih dalam
pelukannya, aku menata kata demi kata dalam pikiranku untuk mengatasi semua
ini. Namun, sebelum aku sempat mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku, Ari
membuka mulutnya.
“Aku ingat bagaimana
berlebihannya aku saat kamu tanpa sengaja melukai jari tanganku, aku ingat
bagaimana kamu tersenyum dan tertawa saat kita bertukar note book merah milikmu
dengan hijau milikku, aku ingat bagaimana kamu dengan antusias mendengarkan
ceritaku setiap aku membuka mulut, aku ingat bagaimana reaksimu saat menahan
diri agar tidak tertarik denganku, aku ingat bagaimana kamu marah dan tertekan
karena ulahku, sedih dan terluka karena aku. Semuanya!!! Aku ingat semua
tentang kita dan semua hancur karena ulahku juga. Kamu tidak ingin dekat
denganku dan menjauhiku hingga kita hanya sebatas teman biasa sekarang. aku
menuruti semua kemauanmu sejak setahun lalu, Naisa!”
Aku tidak tahan dengan situasi
dan kondisi seperti ini, dan mataku mulai meluncurkan butiran bening dari
tahtanya. Ari memandangku nanar. Terlihat dia menahan air matanya. Aku sangat
tahu Ari, bagaimanapun dia, dia adalah orang yang paling benci dengan tangisan.
Selama setahun ini aku mencoba biasa dan terkesan menghindarinya. Namun, tidak
aku pungkiri. Akulah orang yang paling ingin bersamanya dan mengetahui segala
tentangnya.
“Masihkah kau ingin menjauhiku?
Katakanlah, apakah aku harus melepasmu karena aku menyayangimu, temanku?”
Aku tidak sanggup bertahan.
Kupeluk Ari dan menagis sekeras yang kubisa. Bahkan isak tangisku yang
menyedihkan tak kuhiraukan lagi. Aku hanya ingin menangis atas semua keputusanku
dan kebodohanku yang mengorbankan hubunganku dengan Ari.
Ari terdiam sembari mengelus
kerudung yang menyelimuti kepalaku. Aku merasakan bagaimana terlukanya dia. Aku
mengira dia akan bahagia kerena aku tidak ikut campur dalam kehidupannya lagi.
Ternyata tidak.
“Berjanjilah kau akan selalu
menemaniku di kehidupan kelamku ini. Kau minta menjadi teman, sahabat, kekasih,
apapun. Asalkan selalu ada bersamaku, aku rela dan tulus.”
“Ari, maafkan aku , , ,”
“Jangan meminta maaf, aku hanya
ingin mendengar kata terima kasih darimu, karena aku masih di sini menemanimu,
dan dapat menjadi teman sekelasmu selama setahun ini tanpa mengganggumu.”
“Terima kasih banyak, , , , Hikz
, , a , ,aku menyayangimu lebih dari yang kau tahu, Ar.”
Ari mengambil mawar yang
kugenggam sedari tadi. Ia menatapnya dengan penuh kehangatan, dan kembali
memandangku.
“Aku memberimu bunga mawar,
karena bunga mawar adalah simbol kasih sayang. Aku memberimu warna putih,
karena putih adalah simbol ketulusan, keabadian, dan kebersihan hati. Hatiku
adalah mawar ini, meski disiram berkali-kali tidak akan tumbuh dengan subur.
Namun, meski tidaklah subur, mawar itu tumbuh saat kukumpulkan kenanganku
bersamamu. Meski hampir layu, dengan tawa dan keceriaanmu di kelas mawar itu
tidak mati. Meski aku tahu tawa dan keceriaanmu bukan karena aku dan untuk aku.
Mawar ini dapat tumbuh karena itu. Mawar ini adalah hatiku, Nai. Jika di
panggung tadi aku terus bersama dengan Lidya, pasti dia akan kuberi bunga mawar
yang penuh dengan duri yaitu kepalsuan.”
Ari memegang dadanya dengan
sungguh-sungguh, terlihat beberapa penonton yang beranjak pulang melewati kami
dan menatap kami dengan seulas senyuman serta bisik-bisik.
“Tidak mungkin karena aku, Ar.
Pasti karena orang lain, mungkin Lidya, Nara, Isna atau , , ,”
“Kamu pernah bilang, Jatuh cinta
tanpa syarat. Aku menekankan pada diriku bahwa cintaku harus memiliki syarat.
Namun, aku gagal. Kriteria yang kubangun dan kepertahankan hancur karenamu. Aku
benar-benar penuh kerelaan untuk cintaku yang satu ini, Nai. Inilah aku yang
penuh dengan kekurangan dan kejahatan. Aku yang selalu membuatmu menangis dan
kecewa dalam diam. Inilah aku yang juga mencintaimu dan peduli denganmu, Nai.”
Aku tidak mampu berkata apapun. Kurenggut
segenggam kemeja Ari dan kuteruskan tangisku. Ari tersenyum dan mencium
keningku.
“Dasar bodoh, kenapa menangis,
ha?”
“Aku terharu, sedih, gembira,
semua campur aduk hingga aku bingung harus bagaimana. Jadi kuputuskan untuk
menangis.”
“Kau tidak pernah berubah.”
“Kau juga.”
Ari terlihat terkejut mendengar
kata-kataku. Dengan itu Ari mengetahui bahwa aku masih tertarik padanya. Segala
yang berhubungan dengannya dan segala tentangnya. Aku menikmati malamku bersama
bulan purnama yang bersinar. Ari yang sedari tadi bergumam tidak jelas langsung
mengeluarkan heatset dan mendengarkan lagu kesukaannya, Aku Bukan Malaikat. Aku
diberi olehnya satu dan yang lainnya ia pakai. Kami merasakan tembok besar yang
dulu ada kini sedikit demi sedikit runtuh, meski runtuhnya harus memakan waktu
setahun lamanya.
SELESAI
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan dari apapun, saya sebagai penulis meminta maaf, Nur Asiyah.
Untuk yang menginspirasiku. Jika dia membacanya, pasti dia
akan tahu. Terima Kasih ^_^