Selasa, 29 April 2014

Better Than Words-One Direction


Tak Pernah Ternilai

Malam ini, hatiku tidak karuan. Tahu kenapa? Lima cowok terkeren di kelasku menampilkan sebuah lagu favoritku di pentas seni jurusan. Aku tidak tahu apakah itu sengaja atau tidak, yang pasti semua orang yang ada di sekitar panggung malam itu sangat antusias.
“Better than words,”aku bergumam.
Dengan gaya cool mereka masing masing, mereka menunjukkan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Mereka menyanyikan lagu terbaru One Direction yaitu Better Than Words. Sungguh tidak kusangka, hal seperti ini akan terjadi. Di intro lagu, mereka berjalan beberapa langkah ke depan dengan gaya yang luar biasa mengesankan, bahkan para adik dan kakak angkatan wanita mendominasi sorakan yang ada.
Kelima cowok itu adalah Fery, Jeremi, Luky, Deni, dan Ari. Dengan urutan seperti itu pula mereka beraksi. Fery, Luky dan Ari berada di barisan depan. Sedangkan Jeremi dan Deni di barisan belakang. Mereka menerapkan formasi selang-seling agar semua dapat terlihat dari depan.
Fery memakai celana jins biru berujung runcing dan kaos hijau muda dengan topi keren berwarna ungu, Fery sangat cocok menggunakan pakaian itu. perawakan yang tinggi kurus tetapi tegap membuatnya terlihat gentleman. kulitnya yang putih bersih membuat dia semakin digandrungi para gadis dan rambutnya yang ikal pendek tertata rapi berbalut topi yang membuatnya semakin tampan..
Jeremi memakai celana jins abu-abu berujung runcing dan kemeja berwarna ungu kotak-kotak. Tubuh tinggi kurusnya sangat cocok menggunakan celana dan kemeja yang dibubuhi style korea, spesifiknya adalah gaya Lee Min Ho. Jeremi memiliki potongan rambut lurus rapi mirip dengan Lee Min Ho di film The Heirs. Dia adalah penggemar berat Lee Min Ho. Jika ia ditanya siapa Lee Min Ho itu, pasti dia menjawab Lee Min Ho adalah kakaknya, meski warna kulitnya berbeda dengan kakaknya. Jeremi memiliki kulit sawo matang yang menurutku cukup menarik gadis-gadis yang ada di kampus. Namun, meskipun Jeremi mengagumi Lee Min Ho dia bukanlah tipe cowok yang alay. Bahkan dia terlihat sangat memukau dan gentleman.
Luky memakai celana jins biru biasa dan jemper kuning bergambar tengkorak. Luky adalah cowok yang menakjubkan. Selain wajahnya yang mulus dan warna kulit yang indah yaitu, kuning langsat, dia juga menguasai panggung akademik di jurusanku. Dia adalah cowok terpandai di angkatanku. Jangan berpikir bahwa cowok pandai akan terlihat cupu dan menyebalkan, karena Luky telah membuktikan bahwa dia dapat masuk dalam kategori cowok keren di kampusnya. Dia memiliki perawakan tinggi dan tubuh sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. Dengan rambut pendek berdiri di kepalanya dapat menambah kerupawanan cowok itu.
 Deni memakai jins biru berujung runcing dan jemper biru bertuliskan angka 13. Dia memiliki perawakan tinggi dan tubuh yang sedang. Dengan kulitnya yang sawo matang dan potongan rambut lurus rapi ia terlihat begitu mempesona. Deni adalah satu-satunya cowok yang berkacamata di atas panggung saat ini. Namun, meski dia memakai kacamata minus berwarna cokelat, hal itu tidak mengurangi kegantengannya.
Terakhir, seseorang yang membuatku terperangah yaitu, Ari. Dia memakai jins abu-abu berujung runcing dengan kemeja merah kotak-kotak kesayangannya. Dia berperawakan tinggi kurus. Dengan kulit kuning langsat dan potongan rambut mohak (pendek berdiri) dia terlihat cool. Dia adalah cinta masa laluku, sahabat masa laluku, dan teman biasaku saat ini. Jangan berpikiran cinta masa lalu adalah pacaran. Jika berpikir seperti itu, maka kamu salah besar. Aku mencintainya secara sembunyi-sembunyi. Bahkan, sampai sekarang dia mungkin tidak mengetahuinya.
Kebetulan sepatu kelima cowok itu sama yaitu kets bergaris putih dan hanya warna dominan yang membedakan. Sepatu Fery berwarna hijau, Jeremi berwarna ungu, Luky berwarna abu-abu, Deni berwarna biru, dan Ari berwarna merah.
Better than words
But more than a feeling (ow)
Crazy in love
Dancing on the ceiling
Semua bersorak. Luky dengan penuh percaya diri melantunkan bait pertama lagu itu. dengan ciri khasnya yang suka berlaga dengan tangan di dagu ia memandang seorang di sebelahku sambil tersenyum. Dara, ya dia yang dipandang oleh Luky. Dara adalah sahabatku, dan Luky menyukainya sejak semester dua. Setelah ia menunjuk Dara, ia langsung berbalik untuk melangkah beberapa langkah dan berhenti di panggung bagian belakang sebelah kiri.
Every time we touch
I'm all shook up
You make me wanna...
How deep is your love
God only knows, baby
Giliran Fery yang bernyanyi menggantikan Luky. Dia pun tidak kalah mempesonanya. Dia mengerlingkan mata pada Farah sang wakil ketua kelas. Farah yang digoda pun hanya tertunduk malu. Fery pun berbalik dan menempati panggung bagian belakang sebelah kanan.  Mereka pun membentuk segi tiga dengan Deni sebagai ujung tombaknya.
Woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love, no
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
I can't explain your love, no
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Better than words
Dengan kolaborasi yang bagus dan tarian yang ringan mereka berlima dapat menghipnotis semua yang ada di tempat itu. Aku lumayan terpaku. Hingga kusadari sedari tadi Ari menatapku. Formasi kembali berubah. Deni berada di tengah, Jeremi dan Fery di bagian kanan depan dan belakang. Sedangkan Ari di sisi kiri depan dan Luky sisi kiri bagian belakang. Fery dan Luky menghadap kearah penonton di sisi  kanan dan kiri, sedangkan Jeremi, Ari dan Deni melihat lurus ke arah depan.
Better than words
You drive me crazy
Someone like you
Always be my baby
Jeremi tertawa pelan sembari menunjukkan deretan giginya yang rapi dan berseri. Hana yang mendapat tawa hangat itu pun ikut tertawa dan menepuk-nepuk pundak Nara yang ada di sampingnya.
Best I ever had
Hips don't lie
You make me wanna sss
One more night
Irreplaceable (yeah), crazy, we're crazy
Kini berganti Ari yang melantunkan lagu itu dengan penuh keangkuhan dan percaya diri. Jujur saja dia terlihat sangat menawan. Namun, hati ini tak menginginkan dia merajai segala perasaanku lagi. Dia terus saja menatapku, hingga aku sedikit canggung kepada Lidya yang terus mengamatiku dan Ari bergantian.
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love (there's no way I can explain your love), no
Ah, woo
I don't know how else to sum it up
'Cause words ain't good enough, ow
I can't explain your love, no
Dengan cekatan kelima cowok itu melantunkan  lagu One Direction itu. Aku pun mulai berimajinasi ngalor ngidul. Fery dalah Harry, Jeremi adalah Louis, Deni adalah Liam, Ari adalah Zayn, dan Luky adalah Niall. Tiba-tiba kelima cowok itu berkumpul dan membentuk lingkaran. Mereka menatap sekeliling dengan senyum. Deni pun dengan pelan tetapi menyenangkan melantunkan bait lagu. Kelima cowok itu mulai menghampiri seseorang untuk diajak menikmati suasana bersama mereka. Fery menawarkan tangannya pada Farah, Luky menawarkan tangannya pada Dara, Jeremi menggenggam tangan Hana dengan hangat. Deni tiba-tiba tersenyum padaku dan merenggut tanganku yang tadinya saling terpaut dengan tanganku yang lain. Terlihat Ari terkejut dengan tindakan Deni. Aku hanya menunduk dan bingung. Sedangkan Ari langsung menggamit tangan Lidya untuk bersamanya.
Everyone tries (they try)
To see what it feels like (feels like)
But they'll never be right
'Cause it's better, it's better, it's better
Dua pasangan berada di atas panggung. Sedangkan tiga pasangan yang lain memainkan perannya di bawah panggung.  Dua pasang itu termasuk aku. Kulihat Ari dan Lidya saling melempar senyuman. Sedangkan Deni membisikkan sesuatu padaku.
“Maaf melibatkanmu dalam hal ini. Aku benar-benar tidak memiliki seseorang yang istimewa di sini dan orang yang mendekati keinginanku  adalah kamu. Aku yakin kamu nggak akan salah paham.”
“Tapi aku tidak mengerti semua ini, Den. Lihatlah Ari dan yang lainnya.”
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
One more time
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Better than words
Yeah
Deni mulai melihat teman-temannya.  Jeremi bersimpuh lutut di depan Hana, Luky merangkul bahu Dara, Fery meletakkan genggaman tangan Farah di dada lelaki itu dan Ari menggenggam tangan Lidya sembari memandang Lidya dengan penuh kehangatan..
Ah, woo
I don't know how else to sum it up (I don't know)
'Cause words ain't good enough, ow
There's no way I can explain your love, no
“Aku juga bisa seperti mereka.”
“Jangan asal ngomong, Den. Semua temenmu menarik tangan orang yang mereka sayangi. Aku sama kamu nggak ada hubungannya.”
“Iya, aku tahu, dan aku juga tahu Ari sebenarnya ingin menarikmu.”
“Jangan tambah ngaco, aku mau turun.”
Aku mengerti bahwa Deni adalah sahabat karib Ari. Namun, aku tidak akan termakan tipuan Deni. Kulepaskan tangan Deni dengan lembut dan kutuju tangga untuk menuruni panggung. Kebetulan tangga untuk turun dari panggung ada di belakang Ari dan Lidya. Dengan hati-hati kutata perasaanku agar tidak hancur saat melewati sepasang manusia yang sedang berbunga itu.  Namun, di luar dugaanku. Tiba-tiba Ari meraih tanganku. Dengan perasaan gugup dan bingung kutatap Ari. Di sisi lain tangannya yang lain masih terpaut dengan Lidya. Lidya pun tidak kalah bingung denganku.
Aku mencoba melepaskan genggaman tangan Ari dari tanganku. Namun, ia malah memperkuatnya dan tersenyum licik padaku. Perlahan dia melepaskan genggaman tangannya pada Lidya. Aku tidak mengerti apa yang Ari inginkan. Serasa aku ingin berlari dan meninggalkan panggung itu. Namun, kepalaku serasa berputar dan tubuhku lemas seketika. Sunggung tak kusangka di saat seperti ini vertigoku kambuh. Aku takut sekaligus bingung. Tiba-tiba Ari menarik tanganku dan membiarkanku jatuh dalam pelukannya.
Kutenggelamkan wajahku dalam bahu Ari yang hangat. Dari sudut mataku kulihat Deni menghampiri Lidya yang sedih dan meraih tangannya. Mereka bergandengan tangan sembari tersenyum.
“Apa kamu gila? Kenapa mau saja ditarik oleh Deni.”
“Bukan urusanmu.”
“Bagaimana bisa bukan urusanku. Kau adalah milikku.”
“Jangan mulai ngaco kalau ngomong.”
“Aku bersungguh-sungguh. Bagaimana bisa vertigomu kumat di saat seperti ini.”
“Jangan ikut campur.”
“Pada akhirnya aku harus ikut campur. Aku menangkapmu sebelum kau jatuh dan semakin kacau.”
“Jangan mulai memanggilku dengan KAU.”
Ari tidak menghiraukan aku hingga lagu terus berjalan. Tiba-tiba Ari melepas pelukannya.
“Bertahanlah sebentar saja untuk penutupan.”
Ah, woo
I don't know how else to sum it up (sum it up)
'Cause words ain't good enough, ow (the words ain't good enough)
I can't explain your love, no
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
It's better than words
Ooh oh ooh, ooh oh ooh, ooh ooh oh!
Aku hanya terdiam. Hingga Ari bersimpuh lutut di hadapanku. Seseorang melemparka mawar putih kepadanya. Dengan cekatan ia menangkapnya dan menatapku penuh kehangatan. Sekali lagi aku disengat listrik cinta olehnya. Hatiku benar-benar kacau. Dia dengan wajah tanpa dosa mempermainkanku. Sedangkan hatiku sudah jungkir balik hanya dengan dipandangnya saja. Di akhir lagu semua cowok memberikan bunga kepada si cewek. Semua mendapatkan bunga mawar warna merah, hanya aku yang mendapatkan bunga mawar putih dari Ari.
Semua bertepuk tangan. Aku hanya tersenyum memandang sekeliling hingga Ari tanpa meminta izin meraih tubuhku dan digendongnya. Aku ingin berontak, tetapi aku juga tahu bahwa kakiku tidak mungkin berjalan seperti biasa. Akhirnya aku menggenggam kemeja Ari untuk menenangkan diriku sendiri. Ari tidak menurunkanku di tempat kerumunan penonton. Dia membawaku di bangku paling jauh dari panggung dan menurunkanku di sana.
“Kenapa kamu memberiku bunga mawar putih?”
“Karena kita teman.”
“Bagus, karena kita teman.”
Aku segera beranjak. Dengan langkah limbung aku ingin menjauhi virus itu untuk selamanya. Namun, baru beberapa langkah kepalaku mulai berputar lagi. Ari langsung berlari dan menangkapku.
“Dasar bodoh. Sudah aku bilang jangan jauh-jauh dariku. Masih saja kau mencoba pergi dariku.”
“Jangan sok perhatian. Kita cuma teman biasa.”
“Kau yang memintanya. Dulu kau bilang hanya akan menjadi teman biasa. Aku menurutinya, lalu kenapa kau seperti ini.”
Aku terdiam, hanya dapat terdiam dan menahan air mataku yang hampir mengucur.
“Kau masih ingat?”
Tanpa sadar aku memanggil Ari dengan sebutan kau. aku sangat sering menghina Ari saat memanggilku dengan sebutan kau, tapi kini aku tidak berkutik.
“Bagaimana aku bisa lupa. Aku sudah katakan berulang kali aku tidak mencintai siapapun. Karena aku memang tidak ingin menyakiti wanita lagi dengan kekurangan dan kejahatanku.”
Aku terdiam. Masih dalam pelukannya, aku menata kata demi kata dalam pikiranku untuk mengatasi semua ini. Namun, sebelum aku sempat mengatakan apa yang ada di dalam pikiranku, Ari membuka mulutnya.
“Aku ingat bagaimana berlebihannya aku saat kamu tanpa sengaja melukai jari tanganku, aku ingat bagaimana kamu tersenyum dan tertawa saat kita bertukar note book merah milikmu dengan hijau milikku, aku ingat bagaimana kamu dengan antusias mendengarkan ceritaku setiap aku membuka mulut, aku ingat bagaimana reaksimu saat menahan diri agar tidak tertarik denganku, aku ingat bagaimana kamu marah dan tertekan karena ulahku, sedih dan terluka karena aku. Semuanya!!! Aku ingat semua tentang kita dan semua hancur karena ulahku juga. Kamu tidak ingin dekat denganku dan menjauhiku hingga kita hanya sebatas teman biasa sekarang. aku menuruti semua kemauanmu sejak setahun lalu, Naisa!”
Aku tidak tahan dengan situasi dan kondisi seperti ini, dan mataku mulai meluncurkan butiran bening dari tahtanya. Ari memandangku nanar. Terlihat dia menahan air matanya. Aku sangat tahu Ari, bagaimanapun dia, dia adalah orang yang paling benci dengan tangisan. Selama setahun ini aku mencoba biasa dan terkesan menghindarinya. Namun, tidak aku pungkiri. Akulah orang yang paling ingin bersamanya dan mengetahui segala tentangnya.
“Masihkah kau ingin menjauhiku? Katakanlah, apakah aku harus melepasmu karena aku menyayangimu, temanku?”
Aku tidak sanggup bertahan. Kupeluk Ari dan menagis sekeras yang kubisa. Bahkan isak tangisku yang menyedihkan tak kuhiraukan lagi. Aku hanya ingin menangis atas semua keputusanku dan kebodohanku yang mengorbankan hubunganku dengan Ari.
Ari terdiam sembari mengelus kerudung yang menyelimuti kepalaku. Aku merasakan bagaimana terlukanya dia. Aku mengira dia akan bahagia kerena aku tidak ikut campur dalam kehidupannya lagi. Ternyata tidak.
“Berjanjilah kau akan selalu menemaniku di kehidupan kelamku ini. Kau minta menjadi teman, sahabat, kekasih, apapun. Asalkan selalu ada bersamaku, aku rela dan tulus.”
“Ari, maafkan aku , , ,”
“Jangan meminta maaf, aku hanya ingin mendengar kata terima kasih darimu, karena aku masih di sini menemanimu, dan dapat menjadi teman sekelasmu selama setahun ini tanpa mengganggumu.”
“Terima kasih banyak, , , , Hikz , , a , ,aku menyayangimu lebih dari yang kau tahu, Ar.”
Ari mengambil mawar yang kugenggam sedari tadi. Ia menatapnya dengan penuh kehangatan, dan kembali memandangku.
“Aku memberimu bunga mawar, karena bunga mawar adalah simbol kasih sayang. Aku memberimu warna putih, karena putih adalah simbol ketulusan, keabadian, dan kebersihan hati. Hatiku adalah mawar ini, meski disiram berkali-kali tidak akan tumbuh dengan subur. Namun, meski tidaklah subur, mawar itu tumbuh saat kukumpulkan kenanganku bersamamu. Meski hampir layu, dengan tawa dan keceriaanmu di kelas mawar itu tidak mati. Meski aku tahu tawa dan keceriaanmu bukan karena aku dan untuk aku. Mawar ini dapat tumbuh karena itu. Mawar ini adalah hatiku, Nai. Jika di panggung tadi aku terus bersama dengan Lidya, pasti dia akan kuberi bunga mawar yang penuh dengan duri yaitu kepalsuan.”
Ari memegang dadanya dengan sungguh-sungguh, terlihat beberapa penonton yang beranjak pulang melewati kami dan menatap kami dengan seulas senyuman serta bisik-bisik.
“Tidak mungkin karena aku, Ar. Pasti karena orang lain, mungkin Lidya, Nara, Isna atau  , , ,”
“Kamu pernah bilang, Jatuh cinta tanpa syarat. Aku menekankan pada diriku bahwa cintaku harus memiliki syarat. Namun, aku gagal. Kriteria yang kubangun dan kepertahankan hancur karenamu. Aku benar-benar penuh kerelaan untuk cintaku yang satu ini, Nai. Inilah aku yang penuh dengan kekurangan dan kejahatan. Aku yang selalu membuatmu menangis dan kecewa dalam diam. Inilah aku yang juga mencintaimu dan peduli denganmu, Nai.”
Aku tidak mampu berkata apapun. Kurenggut segenggam kemeja Ari dan kuteruskan tangisku. Ari tersenyum dan mencium keningku.
“Dasar bodoh, kenapa menangis, ha?”
“Aku terharu, sedih, gembira, semua campur aduk hingga aku bingung harus bagaimana. Jadi kuputuskan untuk menangis.”
“Kau tidak pernah berubah.”
“Kau juga.”
Ari terlihat terkejut mendengar kata-kataku. Dengan itu Ari mengetahui bahwa aku masih tertarik padanya. Segala yang berhubungan dengannya dan segala tentangnya. Aku menikmati malamku bersama bulan purnama yang bersinar. Ari yang sedari tadi bergumam tidak jelas langsung mengeluarkan heatset dan mendengarkan lagu kesukaannya, Aku Bukan Malaikat. Aku diberi olehnya satu dan yang lainnya ia pakai. Kami merasakan tembok besar yang dulu ada kini sedikit demi sedikit runtuh, meski runtuhnya harus memakan waktu setahun lamanya.
SELESAI




Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan dari apapun, saya sebagai penulis meminta maaf, Nur Asiyah.
Untuk yang menginspirasiku. Jika dia membacanya, pasti dia akan tahu. Terima Kasih ^_^