Selasa, 31 Desember 2013

Bintang Untuk Reza


Bintang untuk Reza
          Burung bertengger manis di dahan pohon saat aku menyusuri jalan menuju gedung T4. Setelah menjalani PKKMB akhirnya aku masuk kuliah untuk pertama kalinya. Aku merasa sangat senang dan bersemangat. Terlihat seseorang duduk pada anak tangga lantai tiga. Aku tersentak hingga langsung menghampirinya dan berteriak padanya.
“Reza …! Kenapa kamu ada di sini?”
            Reza tidak mempedulikanku. Ia tetap fokus pada buku yang ia pegang.
 “Hai! Denger aku nggak sih. Kamu kan bukan anak JBSI. Ngapain kamu di sini? Aku sangat muak denganmu!”
            Reza mulai bergerak. Namun, hal itu malah membuatku sedikit gugup dan malu. Tanpa kusadari beberapa orang menatap kami berdua dengan tatapan aneh.
“Hai, Rangking Dua. Apa kabar?”
“Jangan memanggilku Rangking Dua!”jawabku cepat.
“Haha, sebulan nggak ketemu ternyata kamu banyak berubah ya. Tapi aku yakin kalau kamu tetap belum bisa mengalahkanku.”
“Diam, Reza! Aku pasti akan mengalahkanmu. Lihat saja nanti.”ujarku bersemangat.
“Haha, sayang sekali kita tidak dapat bersaing lagi.”jawab Reza sambil memasang senyum terbaiknya
“Hah, apa maksudmu?”
            Reza beranjak dari tangga dan menghampiri sekelompok temannya. Aku terdiam, mencoba mengingat semua kenanganku bersama Reza. Mulai dari kompetisi nilai ulangan, kompetisi lomba di sekolah, sampai kompetisi merebut perhatian guru. Namun, lamunanku hilang saat terdengar teriakan panik dari teman-teman Reza.
“Bintang, Reza pingsan!”teriak Galih, sahabatku dan Reza di SMA.
“Aku nggak bisa ikut ke rumah sakit. Aku ada kelas sebentar lagi. Maaf, lagian kenapa sih, Reza kan tadi sehat-sehat aja. Pakai sok pingsan lagi sekarang.”gerutuku tanpa alasan. Galih yang mendengarnya langsung terdiam cukup lama di depanku.
“Bintang! Reza itu orang pertama yang selalu ada buat kamu. Dia tahu kalau kamu yatim piatu. Dia tahu kalau kamu butuh seseorang sebagai sandaran. Dia selalu membuatmu bersemangat untuk berkompetisi. Dia juga diam-diam memberi hadiah di setiap ulang tahunmu. Dia mengupayakan semua agar kamu nggak kesepian dan senantiasa bahagia. Meski dia terlihat nggak peduli dan meremehkanmu. Tetapi, Reza selalu membelamu dan ada di belakangmu saat kamu sendirian. Reza sedang sekarat sekarang. dia bukan hanya pingsan. Tetapi dia pendarahan di otak. Dia sakit kanker otak, Bintang. Kamu harus tahu itu.”jelas Galih sembari menitikkan air mata kesedihan.
            Hatiku sakit, seakan ribuan jarum menusuknya hingga penuh luka. Reza yang kukenal sejak kecil ternyata memiliki sisi yang tidak kuketahui. aku merasa bodoh dan tidak tahu diri. Aku langsung berlari menyusuri tangga dan meluncur menuju rumah sakit dengan motor kesayanganku. Pikiranku kacau, dan di otakku hanya ada wajah Reza yang tersenyum penuh kehangatan. Hingga sampai di sebuah pertigaan motorku tertabrak oleh mobil kijang yang melintas berlawanan arah, aku terlompat dari motorku dan kepalaku terbentur pohon besar di sisi jalan. Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi. Hanya gelap dan suara lirih terdengar di telingaku.

            Kubuka album kenangan saat SMA. Terlihat sepasang anak muda yang tertawa bersama sambil menggenggam tropi kemenangan dengan penuh kebanggaan. Kulihat raut wajah kedua sahabatku dengan penuh suka cita. Pikiranku seakan kembali pada masa itu. Saat Aku, Reza dan Bintang menjadi tim terhebat di lomba cerdas cermat MIPA tingkat provinsi. Kami sangat bahagia dengan hasil kerja keras kami. Reza dengan kelakuan jailnya masih mampu menyita perhatian Bintang. Sekarang mereka bahagia di dunia lain. Reza meninggal karena kanker otak dan Bintang meninggal karena kecelakaan. Mereka meninggal di hari yang sama. Mungkin inilah yang disebut dengan takdir. Takdir untuk cinta dan kebahagiaan abadi.

By Nur Asiyah (PB 2013)